Rabu, 24 April 2013

Tanah sebagai Lab. Biologi


TUGAS
TANAH SEBAGAI LAB. BIOLOGI



DI SUSUN OLEH :
                          Nama       :  YOGO TULUS PRASOJO
                          NIM         :  B.0111.010
                          Jurusan    :  AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN
SURAKARTA
2013
BAHAN ORGANIK TANAH

Pengertian
                Bahan organik merupakan bahan-bahan yang dapat diperbaharui, didaur ulang, dirombak oleh bakteri-bakteri tanah menjadi unsur yang dapat digunakan oleh tanaman tanpa mencemari tanah dan air. Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa-sisa tanaman dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Bahan organik demikian berada dalam pelapukan aktif dan menjadi mangsa serangan jasad mikro. Sebagai akibatnya bahan tersebut berubah terus dan tidak mantap sehingga harus selalu diperbaharui melalui penambahan sisa-sisa tanaman atau binatang.
Sumber Bahan Organik
Sumber primer bahan organik adalah jaringan tanaman berupa akar, batang, ranting, daun, dan buah. Bahan organik dihasilkan oleh tumbuhan melalui proses fotosintesis sehingga unsur karbon merupakan penyusun utama dari bahan organik tersebut. Unsur karbon ini berada dalam bentuk senyawa-senyawa polisakarida, seperti selulosa, hemiselulosa, pati, dan bahan- bahan pektin dan lignin. Selain itu nitrogen merupakan unsur yang paling banyak terakumulasi dalam bahan organik karena merupakan unsur yang penting dalam sel mikroba yang terlibat dalam proses perombakan bahan organik tanah. Jaringan tanaman ini akan mengalami dekomposisi dan akan terangkut ke lapisan bawah serta diinkorporasikan dengan tanah. Tumbuhan tidak saja sumber bahan organik, tetapi sumber bahan organik dari seluruh makhluk hidup.
Sumber sekunder bahan organik adalah fauna. Fauna terlebih dahulu harus menggunakan bahan organik tanaman setelah itu barulah menyumbangkan pula bahan organik. Bahan organik tanah selain dapat berasal dari jaringan asli juga dapat berasal dari bagian batuan.

                Perbedaan sumber bahan organik tanah tersebut akan memberikan perbedaan pengaruh yang disumbangkannya ke dalam tanah. Hal itu berkaitan erat dengan komposisi atau susunan dari bahan organik tersebut. Kandungan bahan organik dalam setiap jenis tanah tidak sama. Hal ini tergantung dari beberapa hal yaitu; tipe vegetasi yang ada di daerah tersebut, populasi mikroba tanah, keadaan drainase tanah, curah hujan, suhu, dan pengelolaan tanah. Komposisi atau susunan jaringan tumbuhan akan jauh berbeda dengan jaringan binatang. Pada umumnya jaringan binatang akan lebih cepat hancur daripada jaringan tumbuhan. Jaringan tumbuhan sebagian besar tersusun dari air yang beragam dari 60-90% dan rata-rata sekitar 75%. Bagian padatan sekitar 25% dari hidrat arang 60%, protein 10%, lignin 10-30% dan lemak 1-8%. Ditinjau dari susunan unsur karbon merupakan bagian yang terbesar (44%) disusul oleh oksigen (40%), hidrogen dan abu masing-masing sekitar 8%. Susunan abu itu sendiri terdiri dari seluruh unsur hara yang diserap dan diperlukan tanaman kecuali C, H dan O.

Humus
               Humus merupakan salah satu bentuk bahan organik. Jaringan asli berupa tubuh tumbuhan atau fauna baru yang belum lapuk terus menerus mengalami serangan-serangan jasad mikro yang menggunakannya sebagai sumber energinya dan bahan bangunan tubuhnya. Hasil pelapukan bahan asli yang dilakukan oleh jasad mikro disebut humus.Humus biasanya berwarna gelap dan dijumpai terutama pada lapisan tanah atas. Definisi humus yaitu fraksi bahan organik tanah yang kurang lebih stabil, sisa dari sebagian besar residu tanaman serta binatang yang telah terdekomposisikan.
Humus merupakan bentuk bahan organik yang lebih stabil, dalam bentuk inilah bahan organik banyak terakumulasi dalam tanah. Humus memiliki kontribusi terbesar terhadap durabilitas dan kesuburan tanah. Humuslah yang aktif dan bersifat menyerupai liat, yaitu bermuatan negatif. Tetapi tidak seperti liat yang kebanyakan kristalin, humus selalu amorf (tidak beraturan bentuknya).
Humus merupakan senyawa rumit yang agak tahan lapuk (resisten), berwarna coklat, amorf, bersifat koloidal dan berasal dari jaringan tumbuhan atau hewan yang telah diubah atau dibentuk oleh berbagai jasad mikro. Humus tidaklah resisten sama sekali terhadap kerja bakteri. Mereka tidak stabil terutama apabial terjadi perubahan regim suhu, kelembapan dan aerasi.Adanya humus pada tanah sangat membantu mengurangi pengaruh buruk liat terhadap struktur tanah, dalam hal ini humus merangsang granulasi agregat tanah. Kemampuan humus menahan air dan ion hara melebihi kemampuan liat. Tinggi daya menahan (menyimpan) unsur hara adalah akibat tingginya kapasitas tukar kation dari humus, karena humus mempunyai beberapa gugus yang aktif terutama gugus karboksil. Dengan sifat demikian keberadaan humus dalam tanah akan membantu meningkatkan produktivitas tanah.




Sifat dan Ciri Humus
· Bersifat koloidal seperti liat tetapi amorfous.
· Luas permukaan dan daya jerap jauh melebihi liat.
· Kapasitas tukar kation 150-300 me/100 g, liat hanya 8-100 me/100 g.
· Daya jerap air 80-90% dari bobotnya, liat hanya 15-20%.
· Daya kohesi dan plastisitasnya rendah sehingga mengurangi sifat lekat dari liat dan     membantu granulasi agregat tanah.
· Misel humus tersusun dari lignin, poliuronida, dan protein liat yang didampingi oleh C, H, O, N, S, P dan unsur lainnya.
· Muatan negatif berasal dari gugus -COOH dan -OH yang tersembul di pinggiran dimana ion H dapat digantikan oleh kation lain.
· Mempunyai kemampuan meningkatkan unsur hara tersedia seperti Ca, Mg, dan K.
1. Merupakan sumber energi jasad mikro.
2. Memberikan warna gelap pada tanah.

Faktor yang Mempengaruhi Bahan Organik Tanah
Diantara sekian banyak faktor yang mempengaruhi kadar bahan organik dan nitrogen tanah, faktor yang penting adalah kedalaman tanah, iklim, tekstur tanah dan drainase.
Kedalaman lapisan menentukan kadar bahan organik dan N. Kadar bahan organik terbanyak ditemukan di lapisan atas setebal 20 cm (15-20%). Semakin ke bawah kadar bahan organik semakin berkurang. Hal itu disebabkan akumulasi bahan organik memang terkonsentrasi di lapisan atas.
Faktor iklim yang berpengaruh adalah suhu dan curah hujan. Makin ke daerah dingin, kadar bahan organik dan N makin tinggi. Pada kondisi yang sama kadar bahan organik dan N bertambah 2 hingga 3 kali tiap suhu tahunan rata-rata turun 100C. bila kelembaban efektif meningkat, kadar bahan organik dan N juga bertambah. Hal itu menunjukkan suatu hambatan kegiatan organisme tanah.
Tekstur tanah juga cukup berperan, makin tinggi jumlah liat maka makin tinggi kadar bahan organik dan N tanah, bila kondisi lainnya sama. Tanah berpasir memungkinkan oksidasi yang baik sehingga bahan organik cepat habis.
Pada tanah dengan drainase buruk, dimana air berlebih, oksidasi terhambat karena kondisi aerasi yang buruk. Hal ini menyebabkan kadar bahan organik dan N tinggi daripada tanah berdrainase baik. Disamping itu vegetasi penutup tanah dan adanya kapur dalam tanah juga mempengaruhi kadar bahan organik tanah. Vegetasi hutan akan berbeda dengan padang rumput dan tanah pertanian. Faktor-faktor ini saling berkaitan, sehingga sukar menilainya sendiri (Hakim et al, 1986).

Peranan Bahan Organik Bagi Tanah
Bahan organik berperan penting untuk menciptakan kesuburan tanah. Peranan bahan organik bagi tanah adalah dalam kaitannya dengan perubahan sifat-sifat tanah, yaitu sifat fisik, biologis, dan sifat kimia tanah. Bahan organik merupakan pembentuk granulasi dalam tanah dan sangat penting dalam pembentukan agregat tanah yang stabil. Bahan organik adalah bahan pemantap agregat tanah yang tiada taranya. Melalui penambahan bahan organik, tanah yang tadinya berat menjadi berstruktur remah yang relatif lebih ringan. Pergerakan air secara vertikal atau infiltrasi dapat diperbaiki dan tanah dapat menyerap air lebih cepat sehingga aliran permukaan dan erosi diperkecil. Demikian pula dengan aerasi tanah yang menjadi lebih baik karena ruang pori tanah (porositas) bertambah akibat terbentuknya agregat.
Bahan organik umumnya ditemukan dipermukaan tanah. Jumlahnya tidak besar, hanya sekitar 3-5% tetapi pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah besar sekali. Sekitar setengah dari kapasitas tukar kation berasal dari bahan organik. Ia merupakan sumber hara tanaman. Disamping itu bahan organik adalah sumber energi bagi sebagian besar organisme tanah. Dalam memainkan peranan tersebut bahan organik sangat ditentukan oleh sumber dan susunannya, oleh karena kelancaran dekomposisinya, serta hasil dari dekomposisi itu sendiri.
Pengaruh Bahan Organik pada Sifat Fisika Tanah
· Meningkatkan kemampuan tanah menahan air. Hal ini dapat dikaitkan dengan sifat polaritas air yang bermuatan negatif dan positif yang selanjutnya berkaitan dengan partikel tanah dan bahan organik. Air tanah mempengaruhi mikroorganisme tanah dan tanaman di atasnya. Kadar air optimal bagi tanaman dan mikroorganisme adalah 0,5 bar/ atmosfer.
· Warna tanah menjadi coklat hingga hitam. Hal ini meningkatkan penyerapan energi radiasi matahari yang kemudian mempengaruhi suhu tanah.
· Merangsang granulasi agregat dan memantapkannya
· Menurunkan plastisitas, kohesi dan sifat buruk lainnya dari liat.
Salah satu peran bahan organik yaitu sebagai granulator, yaitu memperbaiki struktur tanah. Menurut Arsyad (1989) peranan bahan organik dalam pembentukan agregat yang stabil terjadi karena mudahnya tanah membentuk kompleks dengan bahan organik. Hai ini berlangsung melalui mekanisme:
· Penambahan bahan organik dapat meningkatkan populasi mikroorganisme tanah, diantaranya jamur dan cendawan, karena bahan organik digunakan oleh mikroorganisme tanah sebagai penyusun tubuh dan sumber energinya. Miselia atau hifa cendawan tersebut mampu menyatukan butir tanah menjadi agregat, sedangkan bakteri berfungsi seperti semen yang menyatukan agregat.
· Peningkatan secara fisik butir-butir prima oleh miselia jamur dan aktinomisetes. Dengan cara ini pembentukan struktur tanpa adanya fraksi liat dapat terjadi dalam tanah.
· Peningkatan secara kimia butir-butir liat melalui ikatan bagian-bagian pada senyawa organik yang berbentuk rantai panjang.
· Peningkatan secara kimia butir-butir liat melalui ikatan antar bagian negatif liat dengan bagian negatif (karbosil) dari senyawa organik dengan perantara basa dan ikatan hidrogen.
· Peningkatan secara kimia butir-butir liat melalui ikatan antara bagian negatif liat dan bagian positf dari senyawa organik berbentuk rantai polimer.
Pengaruh Bahan Organik pada Sifat Kimia Tanah
Meningkatkan daya jerap dan kapasitas tukar kation (KTK). Sekitar setengah dari kapasitas tukar kation (KTK) tanah berasal dari bahan organik. Bahan organik dapat meningkatkan kapasitas tukar kation dua sampai tiga puluh kali lebih besar daripada koloid mineral yang meliputi 30 sampai 90% dari tenaga jerap suatu tanah mineral. Peningkatan KTK akibat penambahan bahan organik dikarenakan pelapukan bahan organik akan menghasilkan humus (koloid organik) yang mempunyai permukaan dapat menahan unsur hara dan air sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian bahan organik dapat menyimpan pupuk dan air yang diberikan di dalam tanah. Peningkatan KTK menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur- unsur hara.
Unsur N,P,S diikat dalam bentuk organik atau dalam tubuh mikroorganisme, sehingga terhindar dari pencucian, kemudian tersedia kembali. Berbeda dengan pupuk komersil dimana biasanya ditambahkan dalam jumlah yang banyak karena sangat larut air sehingga pada periode hujan terjadi kehilangan yang sangat tinggi, nutrien yang tersimpan dalam residu organik tidak larut dalam air sehingga dilepaskan oleh proses mikrobiologis. Kehilangan karena pencucian tidak seserius seperti yang terjadi pada pupuk komersil. Sebagai hasilnya kandungan nitrogen tersedia stabil pada level intermediet dan mengurangi bahaya kekurangan dan kelebihan. Bahan organik berperan sebagai penambah hara N, P, K bagi tanaman dari hasil mineralisasi oleh mikroorganisme. Mineralisasi merupakan lawan kata dari immobilisasi. Mineralisasi merupakan transformasi oleh mikroorganisme dari sebuah unsur pada bahan organik menjadi anorganik, seperti nitrogen pada protein menjadi amonium atau nitrit. Melalui mineralisasi, unsur hara menjadi tersedia bagi tanaman.
Meningkatkan kation yang mudah dipertukarkan dan pelarutan sejumlah unsur hara dari mineral oleh asam humus. Bahan organik dapat menjaga keberlangsungan suplai dan ketersediaan hara dengan adanya kation yang mudah dipertukarkan. Nitrogen, fosfor dan belerang diikat dalam bentuk organik dan asam humus hasil dekomposisi bahan organik akan mengekstraksi unsur hara dari batuan mineral. Mempengaruhi kemasaman atau pH. Penambahan bahan organik dapat meningkatkan atau malah menurunkan pH tanah, hal ini bergantung pada jenis tanah dan bahan organik yang ditambahkan. Penurunan pH tanah akibat penambahan bahan organik dapat terjadi karena dekomposisi bahan organik yang banyak menghasilkan asam-asam dominan. Sedangkan kenaikan pH akibat penambahan bahan organik yang terjadi pada tanah masam dimana kandungan aluminium tanah tinggi , terjadi karena bahan organik mengikat Al sebagai senyawa kompleks sehingga tidak terhidrolisis lagi .
Peranan bahan organik terhadap perbaikan sifat kimia tanah tidak terlepas dalam kaitannya dengan dekomposisi bahan organik, karena pada proses ini terjadi perubahan terhadap komposisi kimia bahan organik dari senyawa yang kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana. Proses yang terjadi dalam dekomposisi yaitu perombakan sisa tanaman atau hewan oleh miroorganisme tanah atau enzim-enzim lainnya, peningkatan biomassa organisme, dan akumulasi serta pelepasan akhir. Akumulasi residu tanaman dan hewan sebagai bahan organik dalam tanah antara lain terdiri dari karbohidrat, lignin, tanin, lemak, minyak, lilin, resin, senyawa N, pigmen dan mineral, sehingga hal ini dapat menambahkan unsur-unsur hara dalam tanah.
Pengaruh Bahan Organik pada Sifat Biologi Tanah
Jumlah dan aktivitas metabolik organisme tanah meningkat. Secara umum, pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme. Bahan organik merupakan sumber energi dan bahan makanan bagi mikroorganisme yang hidup di dalam tanah. Mikroorganisme tanah saling berinteraksi dengan kebutuhannya akan bahan organik karena bahan organik menyediakan karbon sebagai sumber energi untuk tumbuh. 

            Kegiatan jasad mikro dalam membantu dekomposisi bahan organik meningkat. Bahan organik segar yang ditambahkan ke dalam tanah akan dicerna oleh berbagai jasad renik yang ada dalam tanah dan selanjutnya didekomposisisi jika faktor lingkungan mendukung terjadinya proses tersebut. Dekomposisi berarti perombakan yang dilakukan oleh sejumlah mikroorganisme (unsur biologi dalam tanah) dari senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana. Hasil dekomposisi berupa senyawa lebih stabil yang disebut humus. Makin banyak bahan organik maka makin banyak pula populasi jasad mikro dalam tanah.
Peranan Bahan Organik Bagi Tanaman
Bahan organik memainkan beberapa peranan penting di tanah. Sebab bahan organik berasal dari tanaman yang tertinggal, berisi unsur-unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Bahan organik mempengaruhi struktur tanah dan cenderung untuk menjaga menaikkan kondisi fisik yang diinginkan. Peranan bahan organik ada yang bersifat langsung terhadap tanaman, tetapi sebagian besar mempengaruhi tanaman melalui perubahan sifat dan ciri tanah.
Pengaruh Langsung Bahan Organik pada Tanaman
Melalui penelitian ditemukan bahwa beberapa zat tumbuh dan vitamin dapat diserap langsung dari bahan organik dan dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Dulu dianggap orang bahwa hanya asam amino, alanin, dan glisin yang diserap tanaman. Serapan senyawa N tersebut ternyata relatif rendah daripada bentuk N lainnya. Tidak dapat disangkal lagi bahwa bahan organik mengandung sejumlah zat tumbuh dan vitamin serta pada waktu-waktu tertentu dapat merangsang pertumbuhan tanaman dan jasad mikro.
Bahan organik ini merupakan sumber nutrien inorganik bagi tanaman. Jadi tingkat pertumbuhan tanaman untuk periode yang lama sebanding dengan suplai nutrien organik dan inorganik. Hal ini mengindikasikan bahwa peranan langsung utama bahan organik adalah untuk menyuplai nutrien bagi tanaman. Penambahan bahan organik kedalam tanah akan menambahkan unsur hara baik makro maupun mikro yang dibutuhkan oleh tumbuhan, sehingga pemupukan dengan pupuk anorganik yang biasa dilakukan oleh para petani dapat dikurangi kuantitasnya karena tumbuhan sudah mendapatkan unsur-unsur hara dari bahan organik yang ditambahkan kedalam tanah tersebut. Efisiensi nutrisi tanaman meningkat apabila pememukaan tanah dilindungi dengan bahan organik.

Pengaruh Tidak Langsung Bahan Organik pada Tanaman
Sumbangan bahan organik terhadap pertumbuhan tanaman merupakan pengaruhnya terhadap sifat-sifat fisik, kimia dan biologis dari tanah. Bahan organik tanah mempengaruhi sebagian besar proses fisika, biologi dan kimia dalam tanah. Bahan organik memiliki peranan kimia di dalam menyediakan N, P dan S untuk tanaman peranan biologis di dalam mempengaruhi aktifitas organisme mikroflora dan mikrofauna, serta peranan fisik di dalam memperbaiki struktur tanah dan lainnya.
Hal ini akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang tumbuh di tanah tersebut. Besarnya pengaruh ini bervariasi tergantung perubahan pada setiap faktor utama lingkungan. Sehubungan dengan hasil-hasil dekomposisi bahan organik dan sifat-sifat humus maka dapat dikatakan bahwa bahan organik akan sangat mempengaruhi sifat dan ciri tanah. Peranan tidak langsung bahan organik bagi tanaman meliputi :
· Meningkatkan ketersediaan air bagi tanaman. Bahan organik dapat meningkatkan kemampuan tanah menahan air karena bahan organik, terutama yang telah menjadi humus dengan ratio C/N 20 dan kadar C 57% dapat menyerap air 2-4 kali lipat dari bobotnya. Karena kandungan air tersebut, maka bahan organik terutama yang sudah menjadi humus dapat menjadi penyangga bagi ketersediaan air.
· Membentuk kompleks dengan unsur mikro sehingga melindungi unsur-unsur tersebut dari pencucian. Unsur N,P,S diikat dalam bentuk organik atau dalam tubuh mikroorganisme, sehingga terhindar dari pencucian, kemudian tersedia kembali.
· Meningkatkan kapasitas tukar kation tanah Peningkatan KTK menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur- unsur hara.
· Memperbaiki struktur tanah Tanah yang mengandung bahan organik berstruktur gembur, dan apabila dicampurkan dengan bahan mineral akan memberikan struktur remah dan mudah untuk dilakukan pengolahan. Struktur tanah yang demikian merupakan sifat fisik tanah yang baik untuk media pertumbuhan tanaman. Tanah yang bertekstur liat, pasir, atau gumpal akan memberikan sifat fisik yang lebih baik bila tercampur dengan bahan organik.
· Mengurangi erosi
· Memperbaiki agregasi tanah. Bahan organik merupakan pembentuk granulasi dalam tanah dan sangat penting dalam pembentukan agregat tanah yang stabil. Bahan organik adalah bahan pemantap agregat tanah yang tiada taranya. Melalui penambahan bahan organik, tanah yang tadinya berat menjadi berstruktur remah yang relatif lebih ringan. Pergerakan air secara vertikal atau infiltrasi dapat diperbaiki dan tanah dapat menyerap air lebih cepat sehingga aliran permukaan dan erosi diperkecil. Demikian pula dengan aerasi tanah yang menjadi lebih baik karena ruang pori tanah (porositas) bertambah akibat terbentuknya agregat.
· Menstabilkan temperatur. Bahan organik dapat menyerap panas tinggi dan dapat juga menjadi isolator panas karena mempunyai daya hantar panas yang rendah, sehingga temperatur optimum yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk pertumbuhannya dapat terpenuhi dengan baik.
· Meningkatkan efisiensi pemupukan
Secara umum, pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Demikian pula dengan peranannya dalam menanggulangi erosi dan produktivitas lahan. Penambahan bahan organik akan lebih baik jika diiringi dengan pola penanaman yang sesuai, misalnya dengan pola tanaman sela pada sistem tumpangsari. Pengelolaan tanah atau lahan yang sesuai akan mendukung terciptanya suatu konservasi bagi tanah dan air serta memberikan keuntungan tersendiri bagi manusia.
























SUMBER KEHIDUPAN YANG DINAMIS

Tanah, seperti halnya manusia memiliki keterbatasan kemampuan untuk mempertahankan apalagi meningkatkan produktivitasnya. Penurunan produktivitas umumnya diakibatkan oleh penurunan daya tahan tubuh. Penurunan daya tahan tubuh (manusia ataupun tanah), baik oleh fator internal, maupun eksternal yang akhirnya dapat mengusung sistem tubuh tersebut ke arah gangguan kesehatan (sakit).
Di dalam ilmu tanah pertanian, tanah diidentifikasikan memiliki “tubuh (profil) tanah”, sehingga dapat dibedakan antara satu jenis tanah terhadap jenis tanah lainnya. Secar ilmiah, tanah didefenisikan sebagai “benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon (lapisan-lapisan) dan terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air, dan udara, dan merupakan media untuk tumbuhnya tanaman”.
Dari defenisi ilmiah tentang tanah tersebut dapat diketahui bahwa tanah tersusun dari empat bahan (komponen) utama yaitu: bahan mineral, bahan organik, air, dan udara. Bahan-bahan penyusun tanah ini kadarnya berbeda-beda untuk setiap jenis tanah, begitupun untuk setiap lapisan tanah. Pada tanah lapisan atas (area perakaran tanaman) yang baik (ideal) untuk pertumbuhan tanaman apabila mengandung 45% bahan mineral, 5% bahan organik, 20-30% air, dan 20-30% udara. Perubahan komposisi ideal ini dapat terjadi akibat intensitas penggunaan tanah yang tinggi, pencucian dan erosi. Komposisi yang berubah menyebabkan berubahnya kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas tanaman.
TANAH SAKIT DAN FAKTOR PENYEBAB
Telah disebutkan di atas, tanah sakit atau dalam bahasa yang lebih populer tanah yang menurun produktifitasnya, dapat disebabkan salah satunya oleh faktor internal, terutama asupan energi (bahan makanan) yang kurang dan tidak seimbang. Bahan makanan utama tanah adalah bahan organik. Seperti halnya manusia, untuk hidup sehat harus mengkonsumsi cukup air, udara, dan makanan. Bahan makanan utama manusia juga bahan organik (beras, sayur, daging, susu, dan lain-lain) yang mengandung zat gizi seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan lain-lain.
Bahan makanan dikatakan memiliki kualitas yang baik apabila kandungan zat gizinya tinggi dan berimbang. Bahan makanan dengan zat gizi yang baik akan mendukung kesehatan tubuh. Demikian halnya dengan tanah, berkurangnya kandungan bahan organik (kurang dari 5%) dan rendahnya kualitas bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah menyebabkan tanah menjadi sakit (kurang makan atau kurang gizi) yang mengakibatkan berkurangnya kemampuan tanah untuk mendukung produksi tanaman secara maksimal.
Bahan organik tanah begitu penting dalam mendukung produktivitas tanah dan tanaman karena berperan dalam memperbaiki seluruh aspek produktivitas tanah atau seluruh sifat dan prilaku tanah. Ditinjau dari sifat fisika tanah, bahan organik berperan dalam memperbesar prositas (kegemburan) tanah melalui penurunan berat volume (bulk density), tetapi tanah memiliki kemantapan agregat yang tinggi karena fungsinya sebagai cementing agent (zat perekat antar butir/partikel tanah). Dengan demikian, udara mudah beredar atau bertukar antara udara atmosfer (di atas permukaan tanah) dengan udara di dalam pori-pori tanah (aerase baik), perakaran mudah berpenetrasi di dalam matrik atau diantara butir-butir agregat tanah.
Terhadap sifat kimia tanah, bahan organik dapat memperbesar nilai kapasitas tukar kation tanah sehingga dapat menjerap hara lebih banyak, menyumbang hara ke dalam tanah, terutama hara N, P, S, dan unsur hara mikro, menurunkan tingkat keracunan Al dan Fe karena sebagian besar Al dan Fe-dapat dipertukakan (ion Al dan Fe) di dalam tanah dapat membentuk senyawa komplek dengan senyawa organik (chelation).
Bahan organik juga memperbaiki kehidupan mikroorganisme (sifat biologi) tanah. Bahan organik yang cukup dan memiliki kualitas yang baik (nilai gizi yang tinggi dan berimbang) merangsang pertumbuhan dan peningkatan keanekaragaman mikrobia dalam tanah. Jumlah dan aktifitas yang tinggi dari mikrobia dalam tanah dapat membantu pelarutan bahan mineral dan bahan organik (unsur hara) tanah sehingga unsur hara cukup tersedia bagi tanaman.
Jadi keberadan bahan organik yang cukup dan berkualitas di dalam tanah, bukan hanya sebagai sumber unsur hara saja, namun lebih jauh lagi berperan dalam semua sifat dan prilaku tanah (memperbaiki sifat fisika, kimia, dan biologi tanah), bahkan dapat menekan laju erosi dan pencucian unsur hara di dalam tanah. Kemantapan agregat dan daya sangga serta porositas tanah yang tinggi akibat kecukupan bahan organik dalam tanah dapat menekan laju erosi dan pencucian hara dimaksud karena tanah tidak mudah pecah oleh energi kinetik curah hujan, air mudah diserap masuk ke dalam tanah, dan unsur hara banyak tertahan dalam mikro sel (misel) tanah.

KADAR BAHAN ORGANIK TANAH PERTANIN KITA
Berbagai kajian mendapatkan bahwa tanah-tanah pertanian kita, baik tanah sawah, apalagi tanah tegalan (lahan kering) memiliki bahan organik yang jauh lebih rendah dari kadar bahan organik ideal yang disyaratkan (sekitar 5%) (Tabel 1).
Dari Tabel 1 dapat kita ketahui bahwa tanah-tanah pertanian di beberapa wilayah di Sumatera Utara yang secara intensif digunakan, baik untuk tanaman lahan kering, maupun lahan padi sawah memiliki kadar bahan organik yang rendah sampai sangat rendah sehingga daya dukungnya terhadap produksi tanaman juga rendah. Tanah-tanah demikian yang diindikasikan sebagai tanah sakit karena sumber energi atau bahan makanannya sangat rendah. Seperti telah disebutkan di atas bahwa dengan rendahnya kandungan bahan organik pada suatu tanah maka fungsi tanah sebagai media tumbuh tanaman yang diemban oleh sifat-sifat tanahnya akan berkurang karena daya sangga dan agregasi lemah, kemampuan menyerap air rendah, unsur hara tersedia juga rendah dan lain sebagainya.
TANAH MATI OLEH EROSI DAN SEDIMENTASI
Erosi merupakan faktor ekternal penyebab tanah-tanah pertanian menjadi sakit atau bahkan mati. Erosi pada awalnya akan memindahkan bahan organik dan liat dari dalam tanah (selektifitas erosi) ke badan-badan air (sungai) yang kemudian diendapkan di buffer area sungai atau terbuang ke muara dan ke lautan. Erosi yang terus berlanjut akan mengikis permukaan tanah atau bagian tanah yang lembut (horizon A dan B), sehingga horizon C (bahan induk) dan bahkan horizon R (batuan induk) muncul ke permukaan. Fenomena ini tejadi secara berkelanjutan pada hampir semua lahan pertanian kita, terutama pada sistem pertanian lahan kering. Pada tahap ini tanah dikategorikan sakit parah dan bahkan dapat dikatakan sebagai tanah yang mati.
Tanah mati dapat juga disebabkan oleh longsor di bagian hulu (daerah berlereng) dan tertimbun oleh longsoran atau endapan lumpur pada bagian lain di bawahnya. Tanah tertimbun oleh larva atau lahar pada peristiwa erupsi (peletusan gunung berapi) dapat digolongkan sebagai tanah mati.
PENYEBAB UTAMA BERKURANGNYA BAHAN ORGANIK TANAH
Sedikitnya ada dua penyebab utama berkurangnya/hilangnya bahan organik dari dalam tanah-tanah petanian, yaitu: (1) erosi, dan (2) dibuang lewat panen. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bahan oraganik yang tebuang akibat erosi berkisar antara 5,38-17.06 kg/hektar dengan erosi berkisar antara 66,5-96,1 ton per hektar. Selain itu, erosi dapat pula menyebabkan kehilangan hara, terutama hara N, P dan K (Tabel 2).
Bahan organik banyak terbuang dari lahan pertanian karena terbawa panen. pembuangan bahan organik ini diperparah lagi akibat adanya kebiasaan petani membakar bahan organik sisa tanaman sebelumnya (jerami atau serasah) pada saat akan dilakukan pengolahan tanah untuk persiapan musim tanam berikutnya. Pembakaran bahan organik sisa tanaman sebelumnya tersebut justru meningkatkan pengurasan bahan organik secara berlebihan dari dalam tanah. Bahan organik yang dibakar, disamping berubah dari bahan organik menjadi bahan mineral (dalam bentuk abu atau arang), bahan organik yang ada di dalam matriks tanah permukaan pun ikut terdegradasai akibat adanya pembakaran jerami atau sisa tanaman di atas permukaan tanah.
Bahan organik yang dipanen atau dibuang (disingkirkan atau dibakar) sebenarnya mengandung hara yang tinggi, sehingga panen dan pembuangan serasah dari areal lahan pertanian berarti membuang unsur hara dari lahan dimaksud. Unsur hara utama N, P dan K yang terangkut panen untuk setiap ton hasil panen beberapa jenis tanaman disajikan pada Tabel 3.
Rerata hara terangkut panen khusus pada tanaman padi varietas unggul disajikan pada Tabel 4.
PEMULIHAN KESEHATAN TANAH
Bedasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa tindakan kunci untuk memulihkan kesehatan tanah atau memelihara agar tanah tidak sakit adalah dengan mengembalikan bahan organik sebanyak mungkin ke dalam tanah, sekurang-kurangnya sampai tanah mengandung bahan organik minimal 3%. Sudah barang tentu kesehatan tanah akan lebih baik, apabila bahan organik yang diberikan juga memiliki kualitas yang lebih baik.
Kualitas bahan organik ditentukan oleh kandungan unsur hara bahan organik tersebut (sumber bahan oragnik), disamping tingkat dekomposisi (tingkat pelapukan)-nya. Dari Tabel 3 dan 4 dapat diketahui bahwa bahan organik yang memiliki kualitas terbaik adalah bahan organik yang bersumber dari tanaman Leguminosa (tanaman kacang-kacangan, termasuk kacang tanah), jerami padi dan jagung. Ini ditandai dengan kandungan unsur hara yang lebih tinggi dibandingkan bahan organik lainnya. Oleh sebab itu, pengembalian bahan organik sebagai mulsa (Gambar 1 dan 2) atau dibenamkan ke dalam tanah pada saat pengolahan tanah, dapat memperbaiki dan mempertahankan kesehatan tanah.
Sumber bahan organik yang terbaik untuk memperbaiki dan mempertahankan kesuburan tanah adalah kompos dan pupuk kandang. Seperti halnya serasah sisa tanaman, kulalitas pupuk kandang juga tergantung tingkat kematangan dan kandungan unsur hara yang dikandungnya. Pupuk kandang unggas umumnya lebih baik dibandingkan pupuk kandang lainnya (Tabel 5 dan 6).
Gambar 1. Penggunaan mulsa jerami jagung pada pertanaman jagung
Berbagai percobaan menunjukkan bahwa diperlukan pengembalian bahan organik berupa pupuk kandang sebanyak rata-rata 18 ton per hektar per tahun untuk mempertahankan agar tanah yang subur di daerah tropis basah tetap subur.
Pengembalian bahan organik ke dalam tanah disamping dapat meningkatkan kesuburan tanah dapat pula menurunkan laju erosi tanah. Pengembalian bahan organik sebagai mulsa (Gambar 1) dapat menurunkan laju erosi hingga ke tingkat diperblehkan. Pengendalian erosi memang tidak harus sampai tidak terjadi sama sekali erosi karena hal ini tidak mungkin dilakukan sepanjang permukaan bumi ini masih memiliki relief sebagaimana landskap yang ada sekarang ini. Namun erosi harus dikendalikan sampai ket ingkat diperbolehkan. Erosi diperbolehkan adalah erosi yang terjadi di suatu lahan yang tidak melebihi tingkat perkembangan atau pembentukan tanahnya. Erosi kurang dari rata-rata 25 ton/ha/thn pada tanah yang relatif datar dan dalam atau kurang dari 12,5 ton/ha/thn pada tanh miring masih dianggap tidak membahayakan tanahnya karena laju pembentukan tanahnya dapat melebihi laju erosi tersebut. Oleh sebab itu, nilai erosi sebesar 12,5-25 ton/ha/thn dianggap sebagai batas maksimum erosi yang diperbolehkan (erosi yang ditoleransikan).
AKUMULASI UNSUR HARA DI DALAM TANAH LAPISAN BAWAH DAN UPAYA PEMBERDAYAANNYA
Kebijakan intensifikasi pertanian yang dicanangkan sejak dimulainya program Bimas-Inmas pada tahun 1970-an, maka tindakan pemupukan secara terus menerus dan tidak terkendali hingga saat ini masih terus berlangsung. Tindakan pemupukan pada setiap budidaya tanaman pertanian pun seperti tidak dapat dihindari lagi karena tanah-tanah pertanian kita menjadi sangat miskin hara yang salah satunya disebabkan oleh pengurasan bahan organik, sebagaimna telah diuraikan di atas.
Di sisi lain disadari pula bahwa tidak semua unsur hara yang diberikan ke dalam tanah melalui pemupukan diserap tanaman. Pupuk TSP atau SP-36 misalnya, hanya sekitar 13-18% yang diserap tanaman untuk setiap musim tanam. Selebihnya akan tersimpan di dalam tanah, baik yang terikat kuat pada matrik tanah (fiksasi), maupun dimanfaatkan oleh mikrobia tanah.
Hara yang tinggal dalam tanah secara terus menerus sepanjang tindakan pemupukan juga secara terus menerus dilakukan akan terakumulai sebagai residu di dalam tanah lapisan bawah, pada kedalaman lebih dari 30 cm. Residu hara ini akan tetap tinggal di dalam tanah terutama pada tanah pertanian tamanan semusim karena sistem perakaran tanaman semusim tersebut hanya mampu menjangkau hara pada kedalaman 0-20 cm. Belum lagi hara yang berada dalam tanah dalam bentuk residu itu umumnya dalam bentuk senyawaan kompleks yang tidak tersedia bagi tanaman (tidak dapat diserap oleh akar tanaman).
Untuk memberdayakan unsur hara yang terakumulasi di dalam tanah lapisan bawah agar dapat digunakan oleh tanaman pada musim tanam berikutnya, ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan: (1) mengubah-ubah kedalaman pengolahan tanah, (2) menanam tanaman berakar dalam sebagai tanaman strip atau pagar (strip cropping atau alley cropping), dan (3) menerapkan teknik mulsa vertikal.
Mengubah-ubah kedalaman pengolahan tanah penting untuk mengangkat unsur hara terakumulasi di lapisan bawah terangkat ke lapisan atas. Pengolahan tanah pada musim tanam pertama sedalam 20 cm (sesuai kedalaman olah tanah) sebaiknya diubah menjadi kedalaman 30-40 cm pada pengolahan tanah di musim tanam kedua. Pengubahan kedalaman pengolahan tanah ini dapat melarutkan unsur hara yang terdeposit di lapisan bawah karena terangkat ke lapisan atas dan terjadi reaksi oksidasi (pengubahan dari kondisi an-aerobik menjadi kondisi aerobik) sehingga unsur hara dapat tersedia bagi tanaman. Mengubah-ubah kedalaman pengolahan tanah ini memang tidak perlu terlalu sering dilakukan, cukup 1 kali dalam 2-3 musim tanam atau 1 kali dalam 1,5-2 tahun. Terlalu sering melakukan pengolahan tanah dalam dapat mempercepat laju erosi, terutama pada tanah di lahan miring.
Menanam tanaman berakar dalam sebagai tanaman strip atau tanaman pagar dalam barisan diantara tanaman utama (tanaman yang dibudidayakan) dapat dilakukan untuk mengangkat unsur hara yang terakumulasi (terdeposit) di dalam tanah lapisan bawah ke permukaan tanah, dengan kertentuan serasah tanaman berakar dalam tersebut digunakan untuk sumber bahan organik yang dikembalikan ke dalam tanah. Salah satu tanaman berakar dalam yang dapat digunakan sebagai tanaman strip yang sekaligus sebagai tanaman pagar yang dapat mengurangi laju limpasan permukaan dan erosi adalah rumput Vetiver (akar wangi) (Gambar 2).
Rumput vetiver yang memiliki sistem perakaran yang dalam, dapat mencapai 1,5-2 meter, ditanaman dalam strip searah garis kontur dengan lebar strip 0,5-1 meter yang sekaligus ditujukan untuk menghambat laju limpasan permukaan dan erosi. Rumput vetiver ini dipanen dalam jangka waktu tertentu dengan menyabit bagian tajuknya dan digunakan untuk pakan ternak atau langsung dikembalikan/ditebarkan di atas permukaan tanah sebagai mulsa. Tajuk yang digunakan untuk pakan ternak menghasilkan kotoran ternak yang harus dikembalikan ke dalam tanah sebagai pupuk kandang. Dengan demikian, unsur hara yang diambil akar rumput vetiver dari tanah lapisan bawah dapat kembali ke tanah lapisan atas dan dimanfaatkan oleh tanaman yang dibudidayakan (yang umumnya memiliki sistem perakaran dangkal).
Teknik mulsa vertikal dalam sistem pertanaman di lahan miring sangat efektif dalam meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman serta mengurangi laju limpasan permukaan dan erosi. Teknik mulsa vertikal adalah pembenaman bahan organik sisa tanaman atau pupuk kandang ke dalam suatu rorak (parit) yang dibuat sejajar kontur. Ukuran rorak sekitar 0,5 lebar dan 0,6 dalam, sedangkan panjangnya tergantung kepada lebar lahan searah kontor (memoton lereng) (Gambar 3). Pembenaman bahan organik sisa tanaman ke dalam tanah melalui rorak atau parit yang dibuat ini juga ditujukan untuk memberikan zat pelarut berupa asam-asam organik ke dalam tanah lapisan bawah sehingga unsur hara yang terikat kuat oleh partikel tanah (misel tanah) dapat terurai atau larut dan akhirnya tersedia bagi tanaman. Selain itu, bahan organik di dalam tanah ini akan menyerap air limpasan lebih banyak sehingga dapat mengurangi laju erosi dan menjadi sumber air pada saat musim kemarau dan juga sebagai sumber unsur hara bagi tanaman, terutama unsur hara N, P, S dan unsur-unsur hara mikro.







AKTIFITAS MIKROBIA DALAM TANAH
Secara umum, aktivitas m.o dalam suatu profil tanah sangat ditentukan oleh ketersediaan substrat energi dan unsur hara anorganik. Disamping itu pertumbuhan dan aktivitas m.o ditentukan oleh sifat fisik dan kimia tanah.
Sifat fisik dan kimia tanah yang berpengaruh:
Fisik         : Temperatur, tekanan osmotik, tegangan permukaan, radiasi, kekentalan(viscosity), fenomena adsorpsi.
Kimia       : Air, pH, kualitas dan kuantitas hara organik dan anorganik, udara, senyawa pendorong dan penghambat pertumbuhan, oksidasi dan reduksi.
Setiap spesies m.o mempunyai persyaratan tertentu untuk pertumbuhannya dan jika lingkungannya tidak sesuai, pertumbuhan atau aktivitasnya akan menurun sehingga mempengaruhi total populasinya. Temperatur, mempengaruhi kecepatan semua proses yang terjadi di dalam m.o. Denaturasi enzim merupakan pembatas bagi temperatur maksimum, ini sangat bevariasi diantara m.o sehingga m.o berbeda-beda akan kebutuhannya terhadap temperatur (maksimum, minimum & optimum) untuk prtumbuhannya. Berdasar temperatur m.o terbagi atas golongan psikrofil (<50C optimum serupa mesofil), mesofil (optimum antara 250C dan 370C) dan termofil (optimum antara 550C dan 650C) .
Tekanan osmotik, pada umumnya m.o mempunyai daya adaptasi yang cukup terhadap tekanan osmotik dari lingkungan hidupnya.  Protoplasma m.o yang normal mempunyai kadar solute yang lebih tinggi dari tekanan osmotik lingkungan hidupnya. Kedaan ini menyebabkan kecenderungan air masuk ke sel, sehingga turgor sel dapat dipertahankan. Tegangan permukaan, hal ini berkaitan dengan kelembaban dimana distribusi m.o dalam tanah tidak merata dan terutama terdapat pada bagian organik dari partikel tanah yang mengandung cukup air. Dalam hal ini bahan organik sebagai sumber nutrien dan air berfungsi dalam metabolisme m.o (transpor nutrien dari luar sel ke dalam sel dan untuk proses metabolisme). Di dalam tanah, m.o umumnya aktif pada kelembaban > 15 bar (kapasitas lapang 1/3 bar, titik layu 15 bar). Beberapa m.o yang termasuk fungi dan khamir dapat tumbuh pada tekanan 70 bar.
Fenomena adsorpsi, partikel liat sering berukuran sama dengan ukuran bakteri, bahkan liat bisa lebih kecil. Bakteri dan liat mempunyai muatan sehingga keduanya dapat berinteraksi, sebab muatan pada sel dan liat terpolarisasi atau diperantarai oleh ion metal.
  • Air, mempengaruhi aktivitas m.o sebab air merupakan komponen utama dari protoplasma.  Air yang berlebih akan membatasi pertukaran gas sehingga menurunkan suplay O2, lingkungan akan menjadi anaerob.
  • pH,  mempengaruhi tidak saja aktivitas m.o tetapi juga keragaman spesiesnya. Aktivitas enzim mikroba tergantung kepada ion H+, oleh karena itu pH tanah mempengaruhinya. Contoh Streptomyces (Actinomycetes) tidak akan tumbuh pada pH < 7,5.  Pada umumnya kebanyakan m.o tumbuh optimum pada kisaran pH 6 – 8.  Meskipun demikian m.o juga masih dapat tumbuh dengan baik diluar kisaran pH tersebut. Fungi umumnya lebih tahan terhadap pH masam, bakteri belerang dapat tumbuh pada pH 0 – 1, sebaliknya Actinomycetes sangat peka terhadap pH < 5.
  • Nutrien (hara), berpengaruh terhadap pertumbuhan m.o, sebab didalam proses sintesa protein (enzim), m.o dapat terpengaruh oleh kondisi tersedianya nutrien. Terjadinya perubahan nutrien dapat menyebabkan perubahan komponen sel (RNA), protein dan kecepatan tumbuh (medium kaya, medium miskin). Bahan organik dan unsur hara esensial merupakan bahan yang diperlukan didalam proses metabolisme m.o tanah.  Kecepatan m.o tanah dalam menggunakan bahan organik jika kondisi lingkungan sesuai maka dengan naiknya kadar bahan organik di dalam tanah makin besar pula kecepatan dekomposisinya.
Disamping sifat fisik dan kimia tanah, faktor biologi juga mempengaruhi pertumbuhan m.o, seperti interaksi antara m.o dan pengaruh tumbuhan tingkat tinggi.
  1. Interaksi antara mikroorganisme
  • Netralisme: tidak terpengaruh satu dengan yang lain. Ex. Lactobacillus dan Streptococcus.
  • Kompetisi : 2 populasi saling berkompetisi untuk memperoleh sumber makanan yang serupa dalam wadah yang sama. Ex. Kompetisi antara inokulum Rhizobium dengan strain Rhizobium yang terdapat di dalam tanah.
  • Mutualisme: 2 populasi yang saling mempengaruhi dan menguntungkan satu dengan yang lain. Jika hidup terpisah keduanya kurang dapat atau tidak dapat mempertahankan diri. Ex. Simbiosis antara bakteri penambat N dengan bakteri fotosintetik (Lactobacillus arabinosus dan Streptococcus faecalis). Simbiosis antara jamur dan ganggang yang disebut Lichenes. Rhizobium dengan leguminose.
  • Komensalisme: Interaksi yang positif bagi salah satu populasi, dimana satu spesies mendapat keuntungan sedangkan spesies lain tidak dirugikan. Spesies yang untung disebut komensal, spesies yang memberi keuntungan disebut hospes (inang). Komensal tidak dapat hidup tanpa hospes. Ex. Chlorella dapat mendukung pertumbuhan Pseudomonas. Saccharomyces dengan Acetobacter, dimana Saccharomyces menghasilkan alkohol yang mutlak bagi Acetobacter.
  • Amensalisme (antagonisme): Interaksi dimana salah satu populasi terhambat sedangkan populasi lain dalam asosiasi tersebut tidak terpengaruh. Ex. Antibiotik yang dihasilkan oleh suatu kultur menghambat kultur lain. Streptococcus lactis yang menghasilkan asam susu akan menghambat pertumbuhan Bacillus subtilis. Spesies yang terhambat pertumbuhannya disebut amensal dan yang menghambat disebut antagonis.
  • Sinergisme: 2 spesies hidup bersama dan saling menguntungkan. Ex. Ragi untuk membuat tape yang terdiri atas beberapa spesies (Aspergillus, Saccharomyces Candida, Hansenula, Acetobacter). Masing-masing spesies mempunyai kegiatan sendiri sehingga amilun berubah menjadi gula, menjadi asam organik, alkohol dll.
  • Parasitisme: Hanya menguntungkan satu pihak. Ex. Virus yang merupakan parasit pada bakteri. Virus tidak dapat hidup diluar bakteri atau sel hidup lain.
  • Predatorisme: Pemangsa. Ex. Amuba merupakan pemangsa (predator) bakteri. Predator tidak dapat hidup tanpa mangsa.
Meskipun demikian, bentuk hubungan seperti di atas sering tidak jelas, sebab ada bentuk hubungan satu yang merupakan suatu fase untuk berubah menjadi bentuk hubungan yang lain. Ex. Mutualisme pada lichenes dapat berubah menjadi parasitisme.






                      
MENGATUR DAN MEMPERTAHANKAN KESEIMBANGAN

 Fauna tanah mempunyai peranan penting terutama dalam perombakan bahan organik tanah untuk menjadi humus dan nutrisi tanah yang dapat dimanfaatkan kembali oleh tumbuhan. Potensi fauna tanah sebagai perombak dan mempertahan keseimbangan ekosistem tanah di Indonesia belum pernah diungkapkan. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian perdana untuk fauna tanah di perkebunan karet Sumatra. Karena dari Pulau Sumatra dan khususnya perkebunan karet yang akan dijadikan ajang penelitian ini belum ada catatan keanekaragaman spesies fauna tanah yang dilaporkan. Hasil yang diperoleh akan dapat mengungkapkan keanekaragaman berikut potensi fauna tanah sebagai perombak dan peran lain yang menjadikannya berperan sebagai penyeimbang ekosistem. Dari apa yang dicapai akan dicari kemungkinan pemanfatannya melalui penelitian lebih lanjut.

AKTIFITAS MIKROBIA BERAGAM
Susunan mikroba di dalam tanah sebagian besar terdiri dari bakteri, fungi, dan mikroalga. Populasi mikroba dalam tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba yaitu:
1)    jumlah dan macam zat hara,
2)    kelembaban,
3)    tingkat aerasi,
4)    suhu,
5)    pH, dan
6)    perlakuan pada tanah seperti penambahan pupuk atau banjir yang dapat menyebabkan peningkatan jumlah mikroba.
Populasi mikroba di dalam tanah terbagi menjadi 3 golongan (Kusnadi et al., 2003), 1) Golongan autotonus, yaitu golongan mikroba yang selalu tetap didapatkan di dalam tanah dan tidak tergantung kepada pengaruh lingkungan luar seperti iklim, temperatur, kelembaban; 2) Golongan zimogenik, yaitu golongan mikroba yang kehadirannya di dalam tanah diakibatkan oleh adanya pengaruh luar yang baru, misalnya penambahan senyawa organik; 3) Golongan transien, yaitu golongan mikroba yang kehadirannya bersamaan dengan adanya penambahan mikroba secara sengaja, misalnya dalam bentuk inokulum Rhizobium atau Azotobacter ke dalam tanah.
Mikroba tanah berfungsi sebagai agen biokemik dalam pengubahan senyawa organik yang kompleks menjadi senyawa anorganik. Perubahan senyawa kimia didalam tanah, terutama pengubahan senyawa organik yang mengandung karbon, nitrogen, sulfur, dan fosfor menjadi senyawa anorganik. Proses ini disebut mineralisasi, didalamnya terlibat sejumlah besar perubahan senyawa kimia serta peranan bermacam-macam spesies mikroba.
Mikroorganisme
Anggota
Bakteri
Ordo Pseudomonadales dan Eubatcerialeus
Actinomycetes
Genus Streptomyces (pleomorfisme dan berfilamen)
Jamur
Kelas Phycomycetes (Rhizopus, Mucor, Absidia) , kelas Deuteromycetes (Penicililum,Aspergillus, Alternaria, Stemphylum, Hormodendrum)
Penghuni tanah dapat berupa hewan tingkat rendah sampai hewan tingkat tinggi. Kepadatan tertinggi makhluk hidup dalam tanah ditemui pada horison A, B dan C dan yang paling banyak terdapat di horison A. Pada kedalaman ribuan meter di dalam tanah pun ditemukan kehidupan mikroorganisme (McNabb dan Dunlap, 1975). Tanah merupakan lingkungan yang baik bagi mikroorganisme, terutama pada horison A, B dan C. Keberadaan seperti bakteri dan jamur di dalam tanah paling dominan terdapat pada horison A dan B, walaupun pada kedalaman 900 meter dibawah permukaan tanah aktivitas mikroorganisme masih ditemukan (Bower, 1978).
Terdapat korelasi yang kuat bahwa semakin banyak kandungan organik tanah dan oksigen, maka jumlah dan jenis mikroorganismenya juga semakin tinggi. Beberapa kelompok mikroorganisme yang pentig dalam kaitannya dengan mobilitas dan keberadaan zat pencemar, terutama organic antara lain: Bakteri, Jamur, Algae, dan Protozoa.
Bakteri dan jamur merupakan kelompok yang memiliki peran yang terpenting dalam kaitannya dengan mobilitas dan keberadaan zat pencemar.
Bakteri
Bakteri dan cyanobacteria termasuk dalam golongan prokaryotes, yaitu mikroorganisme yang selnya tidak memiliki organ inti. Membran dan dinding sel adalah bagian terpenting dari sel abkteri, membrane sel yang merupakan lapisan semipermeabel, mengatur masuknya nutrient dan air ke dalam sel. Bakteri dapat hidup subur dalam tanah, terutama tanah dengan kelembaban yang mencukupi dengan mengandung kandungan substrat yang cukup banyak. Diperkirakan terdapat tidak kurang satu juta bakteri dalam 1 gram tanah. Jumlah tersebut akan berkurang pada kedalaman tanah (Foth, 1984).
Berdasarkan struktur dinding sel dan pergerakannya, bakteri sendiri dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
a.    Eubacteria
b.    Mycobacteria
c.    Spirochetes
Eubacteria merupakan bakteri terbanyak yang terdapat di dalam tanah yang umumnya bergerak menggunakan flagella dan mempunyai dinding sel yang tebal dan kaku. Sedangkan mycobacteria bergerak dengan melayang (gliding) dan spirochetes bergerak menggunakan filamen. Berdasarkan dinding selnya, mycobacteria dan spirochetes memiliki dinding sel yang tipis dan fleksibel. Berdasarkan bentuknya Eubacteria dapat berbentuk bulat (cocci), tongkat (rod) dan helix seperti vibrio dan spirilla. Contoh Eubacteria berbentuk vibrio yaitu Desulfurbio, merupakan bakteri yang dapat mereduksi sulfat menjadi sulfide.
Tidak kurang 28 jenis spesies mikroorganisme ditemukan dalam tanah dan air tanah yang tercemar (Rainwater, 1991). Bakteri yang dapat digunakan dalam mendegradasi zat pencemar dalam tanah antara lain Pseudomonas, Nocardia, Mycobacterium, Arthrobacter dan Bacillus. Bakteri dari kelompok Actinomycetes seperti Nocardia dan Mycobacterium memiliki peran penting dalam mendegradasi hidrokarbon yang berasal dari minyak bumi. Tidak kurang 23 jenis bakteri yang mampu mendegradasi hidrokarbon alifatik, dimana seluruhnya hidup atau dapat ditemukan dalam tanah (Bitton, 1984).

Jamur
Jamur hidup dalam tanah dengan jumlah yang sangat besar dan memperbanyak diri dengan spora serta bersifat heterothropis dengan memanfaatkan karbon sebagai sumber karbon. Sel jamur umumnya termasuk golongan eukaryotes. Jamur penting dalam mendegradasi zat organik sisa tanaman, karena beberapa diantaranya seperti white rot fungi mempunyai kemampuan untuk merombak zat lignin, yang merupakan suatu polimer yang terdapat di dalam bahan tanaman (misalnya kayu) yang sangat sulit dirombak oleh enzim bakteri, karena memiliki ikatan ß-glycosidic. Jamur mampu mengeluarkan suatu enzim peroxidase, yaitu suatu enzim yang dapat menghasilkan radikal hidroksil yang mampu merombak lignin menjadi zat yang dapat didegradasi oleh bakteri. Selain lignin radikal hidroksil dapat mendegradasi chlorinated pestisida seperti DDT, Eldrien dan PCB (watts, 1977).
Bila dibandingkan dengan bakteri, jamur memiliki kemampuan untuk hidup pada rentang pH yang lebih luas. Beberapa jamur dapat hidup pada rentang pH rendah 4-5 dan pH tinggi sampai dengan 10. Jamur diklasifikasikan kedalam empat kelas, yaitu Phycomycetes, Ascomycetes, Fungi imperfekti dan Basidiomycetes. Basidiomycetes merupakan jamur yang aktif di dalam tanah untuk pelapukan dan degradasi zat organik yang berasal dari tumbuhan, bahkan beberapa dapat mendegradasi zat pencemar organik dalam tanah yang berbahaya.
Beberapa jenis jamur seperti Phanerochaete chrysosporium dan P. sordida, telah diidentifikasikan memiliki kemampuan dalam mendegradasi zat pencemar berbahaya di dalam tanah seperti pentachlorophenol dengan konsentrasi sampai dengan 500 ppm (Lamar, 1990), chlorocarbon, polycyclic aromatic, PCB dan beberapa jenis pestisida seperti DDT, lindane serta zat pewarna seperti azo dyes (Lewandoski 1990 dan Dhawale, 1992). Jamur tersebut diatas juga mampu mendegradasi lignin. Beberapa jebs jamur dari kelompok ragi (yeast) telah diidentifikasikan mempunyai kemampuan untuk mendegradasi hidrokarbon alifatik  dan pestisida.
Aktivitas jamur yang hidup di sekitar akar tumbuhan (rhizosphere), membentuk simbiose dengan akar tanaman membantu dalam menarik air tanah, karena menambah luas permukaan, serta melindungi akar rambut tersebut. Selain itu aktivitas jamur di daerah perakaran menarik bakteri yang menguntungkan seperti rhizobia yang pada akhirnya dapat meningkatkan aktivitas biologis jamur.
Pada umumnya Actinomycetes terdapat di dalam sub strat alam yaitu terutama segala jenis dan macam tanah, kecuali pada tanah asam seperti humus hutan dan rawa—rawa , hampir tidak ada di temukan. Oleh sebab itu dengan adanya Actinomycetes dalam tanah, terutama tanah sawah sangat panting artinya untuk mengontrol perkembangan mikroba tanah terutama yang pathogen, sehingga memungkinkan terdapatnya ” plant — diseases dapat di hindarkan dan tanah akan menjadi lebih sehat karena babas dari mikroba pathogen.
Lingkungan tanah akan berbeda dari satu lokasi dengan lokasi lainnya. Faktor yang mempengaruhi dan menentukan jenis mikroba pada suatu sampel tanah adalah kelembaban, pH, temperatur, kandungan gas oksigen dan komposisi organik maupun anorganik tanah. Jenis mikroba tanah sangat bervariasi sehingga untuk menganalisanya diperlukan salah satu metodenya yaitu metode pengenceran.
Jenis medium yang digunakan adalah agar yeast glycerol untuk media pertumbuhan actinomycetes, agar Sabouroud untuk isolasi jamur dan agar nutrisi untuk bakteri. Selain agar kedua jenis mdium lain ditambahkan 10mg Aureomycin (klortetrasiklin) per mililiter medium untuk menghambat pertumbuhan bakteri.
Nutrien agar adalah medium umum untuk uji air dan produk dairy. NA juga digunakan untuk pertumbuhan mayoritas dari mikroorganisme yang tidak selektif, dalam artian mikroorganisme heterotrof. Media ini merupakan media sederhana yang dibuat dari ekstrak beef, pepton, dan agar. Na merupakan salah satu media yang umum digunakan dalam prosedur bakteriologi seperti uji biasa dari air, sewage, produk pangan, untuk membawa stok kultur, untuk pertumbuhan sampel pada uji bakteri, dan untuk mengisolasi organisme dalam kultur murni. Untuk komposisi nutrien adar adalah eksrak beef 10 g, pepton 10 g, NaCl 5 g, air desitilat 1.000 ml dan 15 g agar/L. Agar dilarutkan dengan komposisi lain dan disterilisasi dengan autoklaf pada 121°C selama 15 menit. Kemudian siapkan wadah sesuai yang dibutuhkan.
Yeast Glycerol Agar berfungsi untuk isolasi, enumerasi, dan menumbuhkan sel khamir. Dengan adanya dekstrosa yang terkandung dalam media ini, PGYA dapat digunakan untuk mengidentifikasi mikroba terutama sel khamir. Untuk membuatnya, semua bahan dicampur dengan ditambah CaCO3terlebih dahulu sebanyak 0,5 g lalu dilarutkan dengan akuades. Kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer dan disumbat dengan kapas lalu disterilisasi pada suhu 121°C selama 15 menit.
DAFTAR PUSTAKA

watts, 1977.  http://callmecrysant.wordpress.com/2009/06/17/mikroba-tanah/.  Di akses pada 21 April 2013
Bitton, 1984. http://callmecrysant.wordpress.com/2009/06/17/mikroba-tanah/. Di akses pada 21 April 2013
Foth, 1984. http://callmecrysant.wordpress.com/2009/06/17/mikroba-tanah/ . Di akses pada 21 April 2013
 Rainwater, 1991. http://callmecrysant.wordpress.com/2009/06/17/mikroba-tanah/. Di akses pada 21 April 2013
Anonymous, 2013. http://www.jokowarino.com/2013/03/bahan-organik_8181.html. (on line) diakses pada 23 April 2013
Anonymous, 2013. http://www.jokowarino.com/2013/03/bahan-organik_8181.html (on line) diakses pada 23 April 2013


Tidak ada komentar:

Posting Komentar