MAKALAH
BUDIDAYA TANAMAN JATI
(Tectona grandis)
DI SUSUN
OLEH :
Nama : YOGO TULUS PRASOJO
NIM : B.0111.010
Jurusan : AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
TUNAS PEMBANGUNAN
SURAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.
LATAR
BELAKANG
Dewasa ini
banyak ditemukan ekspoitasi pemanfaatan tumbuhan tanpa memperhatikan efeknya
terhadap pelestarian lingkungan. Adapun eksploitasi tumbuhan tersebut dapat
berupa pemanfaatan sebagian atau keseluruhan bagian tumbuhan tersebut. Apabila
kondisi tersebut tetap dibiarkan maka akan berdampak negatif terhadap
kelangkaan tumbuhan yang di eksploitasi secara besar- besaran bahkan kondisi
terparah adalah terjadi kepunahan pada tumbuhan tersebut.
Salah satu
tumbuhan yang dieksploitasi adalah tumbuhan Jati. Tumbuhan Jati banyak
dimanfaatkan untuk perabotan rumah tangga, bahan bagunan dan lai sebagainya.
Adapun daunnya dapat dimanfaatkan untuk pembungkus makanan (misal ikan) karena
merupakan polimer alami.
Untuk
mengetahui peranan tumbuhan Jati, maka perlu mengkaji tentang karakteristik
tumbuhan Jati yang meliputi deskripsi, habitus dan klasifikasi ilmiah.
BAB II
MORFOLOGI TANAMAN JATI
Secara
morfologis, tanaman jati memiliki tinggi yang dapat mencapai sekitar 30 – 45 m.
Dengan pemangkasan, batang yang bebas cabang dapat mencapai antara 15 – 20 cm.
Diameter batang dapat mencapai 220 cm. Kulit kayu kasar, berwarna kecoklatan
atau abu-abu yang mudah terkelupas. Percabanganjauh dari batang utama. Pangkal
batang berakar papan pendek dan bercabang sekitar empat.
Klasifikasi Ilmiah Tumbuhan Jati
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Lamiales
Famili : Lamiaceae
Genus : Tectona
Spesies : Tectona grandis
Pohon besar
dengan batang yang bulat lurus, tinggi total mencapai 40 m. Batang bebas cabang
(clear bole) dapat mencapai 18-20 m. Pada hutan-hutan alam yang tidak terkelola
ada pula individu jati yang berbatang bengkok-bengkok. Sementara varian jati
blimbing memiliki batang yang berlekuk atau beralur dalam; dan jati pring (Jw.,
bambu) nampak seolah berbuku-buku seperti bambu. Kulit batang coklat kuning
keabu-abuan, terpecah-pecah dangkal dalam alur memanjang batang. Pohon jati
(Tectona grandis sp.) dapat tumbuh meraksasa selama ratusan tahun dengan
ketinggian 40-45 meter dan diameter 1,8-2,4 meter. Namun, pohon jati rata-rata
mencapai ketinggian 9-11 meter, dengan diameter 0,9-1,5 meter. Pohon jati yang
dianggap baik adalah pohon yang bergaris lingkar besar, berbatang lurus, dan
sedikit cabangnya. Kayu jati terbaik biasanya berasal dari pohon yang berumur
lebih daripada 80 tahun. Daun umumnya besar, bulat telur terbalik, berhadapan,
dengan tangkai yang sangat pendek. Daun pada anakan pohon berukuran besar,
sekitar 60-70 cm × 80-100 cm; sedangkan pada pohon tua menyusut menjadi sekitar
15 × 20 cm. Berbulu halus dan mempunyai rambut kelenjar di permukaan bawahnya.
Daun yang muda berwarna kemerahan dan mengeluarkan getah berwarna merah darah
apabila diremas. Ranting yang muda berpenampang segi empat, dan berbonggol di
buku-bukunya. Bunga majemuk terletak dalam malai besar, 40 cm × 40 cm atau
lebih besar, berisi ratusan kuntum bunga tersusun dalam anak payung menggarpu
dan terletak di ujung ranting; jauh di puncak tajuk pohon. Taju mahkota 6-7
buah, keputih-putihan, 8 mm. Berumah satu. Buah berbentuk bulat agak gepeng,
0,5 – 2,5 cm, berambut kasar dengan inti tebal, berbiji 2-4, tetapi umumnya
hanya satu yang tumbuh. Buah tersungkup oleh perbesaran kelopak bunga yang
melembung menyerupai balon kecil.
Tata daun
berbentuk opposite dengan bentuk daun besar membulat seperti jantung, berukuran
panjang 20-50 cm dan tebal 15-40 cm. Ujung daun meruncing, pangkal daun tumpul
dan tepi daun bergelombang. Permukaan atas daun kasar sedangkan permukaan bawah
daun berbulu. Pertulangan daun menyirip. Tangkai daun pendek dan mudah patah
serta tidak memiliki daun penumpu (Stipule). Tajuk tidak beraturan. Daun muda
(Petiola) berwarna hijau kecoklatn, sedangkan daun tua berwarna hijau tua keabu
abuan.
Bunga jati
bersifat majemukyang terbentuk dalam malai bunga (inflorence) yang tumbuh
terminal diujung atau tepi cabang. Panjang malai antara 60-90 cm dan lebar
antara 10-30 cm. Bunga jantan (Benang sari) dan betina (Putik) berada dalam 1
(satu) Bunga (monoceus). Bunga bersifat actinomorfic , berwarna putih,
berukuran 4-5 mm (lebar)dan 6-8 mm (Panjang). Kelopak bunga (calyx) berjumlah
5-7 dan berukuran 3-5 mm. Mahkota bunga (corolla) tersusun melingkar berukuran
sekitar 10 mm. Tangkai putik (Stamen) berjumlah 5-6 buah dengan filamen
berukuran 3 mm, antara memanjang berukuran 1-5 mm, ovarium membulat berukuran
sekitar 2 mm. Bunga yang terbuahi akan menghasilkan buah berukuran 1-1,5 mm.
Tanaman jati akan mulai berbunga pada saat musim hujan.
Kondisi
Ekologi yang Diperlukan Untuk penanaman jati dalam areal yang luas, maka
sebagaimana tanaman perkebunan lainnya persyaratan ekologis mutlak diperlukan.
Ini lebih pada tingkat keberhasilan penanaman jati yang kita laksanakan. Sebenarnya
tanaman jati tidak memerlukan kondisi tanah dengan topografi yang terlalu
menuntut, tetapi akan lebih baik apabila tanah pada kisaran kemiringan lereng
dari datar sampai maksimum 20%. Ini juga dalam kaitan mencegah terjadinya erosi
besar-besaran saat tanah diolah untuk penanaman, sehingga tanah yang memiliki
kemiringan curam tidak dibenarkan untuk dibuka. Jenis tanah yang baik untuk
pertumbuhan tanaman jati adalah tanah yang memiliki tekstur lempung, lempung
berpasir atau liat berpasir, meskipun untuk beberapa jenis tanah tanaman jati
masih dapat tumbuh dengan baik. Tanaman jati ini sangat menyenangi tanah dengan
prorositas dan drainase yang baik, dan sebaliknya akan tumbuh tidak baik pada
tanah-tanah yang tergenang.
Tanaman jati memerlukan curah hujan pada kisaran 750 – 2500 mm/tahun, meskipun untuk curah hujan > 3000 mm/tahun masih dapat tumbuh meskipun kekuatan kayu yang dihasilkan tidak terlampau baik. Saat ini saya sudah menanam jati berumur pendek ini dalam areal sekitar 10 hektar di Sukabumi yang memiliki curah hujan > 1500 mm/tahun. Suhu yang paling optimum untuk tanaman jati adalah sekitar 32 – 42 °C dengan kelembaban 60-80%.
Tanaman jati memerlukan curah hujan pada kisaran 750 – 2500 mm/tahun, meskipun untuk curah hujan > 3000 mm/tahun masih dapat tumbuh meskipun kekuatan kayu yang dihasilkan tidak terlampau baik. Saat ini saya sudah menanam jati berumur pendek ini dalam areal sekitar 10 hektar di Sukabumi yang memiliki curah hujan > 1500 mm/tahun. Suhu yang paling optimum untuk tanaman jati adalah sekitar 32 – 42 °C dengan kelembaban 60-80%.
Pohon , tinggi
sampai 40 m. Batang jauh di atas tanah baru bercabang. Bagian yang muda dan
bagian sisi bawah daun berbulu vilt rapat, berbentuk bintang. Daun bertangkai
pendek, kadang- kadang duduk, elips atau sedikit banyak bulat telur , dengan
ujung yang berbentuk baji dan bagian pangkal yang menyempit, pada cabang yang
berbunga, 23-40 kali 11-21 cm. Daun yang muda sering coklat kemerah- merahan.
Karangan bunga tersusun dari anak payung menggarpu, di ujung, berambut serupa
tepung ditutupi dengan kelenjar. Bunga ltak 1 cm garis tengahnya, jarang
berbilangan 5, biasanya berbilangan 6-7. Kelopak berbentuk lonceng, pada
waktu menjadi buah membesar dan melembung. Mahkota bentuk jantera corong,
dengan tabung pendek, putih, kadang- kadang agak ros, leher tidak
berambut. Benang sari sebanyak tajumahkota, menjulang jauh. Bakal buah beruang
4, bakal biji 4. Tangkai putik dengan ujung yang terbelah dua pendek. Buah
berambut kasar, inti tebal, berbiji 2-4. Mungkin dari India Belakang, ditanam
dan liar, terutama di daerah kering secara berkala, sampai 650 m. Musim
berbunga kebanyakan dalam permulaan musim penghujan.
Di bawah
pengawasan kehutanan banyak ditanam pohon yang merupakan penutup tanah yang
sangat berharga pada tanah kering secara berkala, bahkan pada daerah yang tak
subur, kayu jati yang sangat tahan lama sangat tepat untuk bangunan rumah dan
pembuatan mebel. Daunnya oleh penduduk dipergunakan untuk bahan pembungkus.
Dalam musim kemarau pohon tidak berdaun lamanya berbulan- bulan.
BAB III
BUDIDAYA
TANAMAN JATI
Secara garis
besar, pengadaan bibit jati dapat dilakukan melalui dua cara yaitu secara
generatif dan secara vegetatif. Secara generatif, pengadaan bibit jati
dilakukan dengan menggunakan biji. Biji jati yang akan digunakan dipilih yang
masih baru, karena biji jati yang telah disimpan sangat mudah berkurang daya
kecambahnya. Buah jati termasuk jenis buah batu, memiliki kulit yang keras dan
persentase perkecambahan rendah dibandingkan dengan species lain. Untuk itu
perlakuan-perlakuan tertentu dilaksanakan agar mampu memecah dormansi biji.
1.
SYARAT
TUMBUH TANAMAN JATI
Syarat Tumbuh Budidaya
Pohon Jati di Indonesia menurut dinas pertanian adalah ditempat yang beriklim
tropis, kalau di Indonesia seperti seluruh pulau jawa, sebagian pulau
sumatra, sulawesi selatan, sulawesi tenggara, NTB dan maluku dengan Syarat
Tumbuh Budidaya Pohon Jati sebagai berikut:
1. Curah hujan 1500-2500mm/tahun.
2. Bulan kering 2-4 bulan.
3. Tinggi lokasi penanaman 10-1000 m dari
permukaan laut.
4. Intensitas cahaya 75-100%.
5. Ph tanah 4-8.
6. Jenis tanah lempung berpasir, hindari
tanah becek/rawa dan cadas.
Syarat Tumbuh Budidaya Pohon Jati untuk wilayah Lampung masih dalam area
yang disebutkan diatas. Selain yang disebutkan diatas Syarat Tumbuh Budidaya
Pohon Jati yang saya lihat bagus adalah ditanah pegunungan batu kapur dimana
banyak tumbuh tanaman Pohon Jati. Indikasi yang jelas dapat kita temukan
apakah cocok suatu tanaman pepohonan didaerah itu itu adalah dengan melihat
sekelliling daerah tersebut biasanya banyak terdapat pepohonan yang kita maksud
tumbuh secara liar.
Ditanah pegunungan yang terkenal subur Syarat Tumbuh Budidaya Pohon Jati
jelas terpenuhi, pohon jati bisa tumbuh lebih cepat itu sudah terbukti dengan
melihat umur pohon jati ditanah yang datar atau ladang biasa diameter batangnya
berbeda dengan yang tumbuh dilereng gunung. Pohon jati yang saya tanam berasal
dari bibit alami, dan pola tanam yang sangat tradisional hanya jarak saja yang
teratur membuat terlihat seperti profesional. Untuk mendapatkan batang yang bagus
dan lurus kita harus mengatur jarak barisan antara 6 meter – 8 meter sedangkan
larikan antara 4 m – 6 m sebagai Syarat Tumbuh Budidaya Pohon Jati yang baik.
2.
PERBANYAKAN
TANAMAN JATI
Stek pucuk adalah metode perbanyakan vegetatif
secara konvensional dengan menumbuhkan terlebih dahulu
tunas-tunas axilar pada media persemaian sampai berakar sebelum
dipindahkan ke lapangan. Keberhasilan stek pucuk tergantung pada
beberapa faktor dalam dan luar. Yang termasuk faktor
dalam diantaranya adalah tingkat ketuaan donor
stek, kondisi fisiologi stek, waktu pengumpulan stek, dsb.
Sedangkan yang termasuk faktor luar antara lain adalah media
perakaran, suhu, kelembaban, intensitas cahaya dan hormon pengatur
tumbuh.
Gambar 2. Stek pucuk dan hasil stek umur 2 bulan
Tahapan yang perlu diperhatikan dalam
pembuatan stek pucuk : Pengguntingan stek, Pemberian hormon tumbuh, Penanaman
stek, Aklimatisasi dan Pemeliharaan stek.
Tahapan yang perlu diperhatikan dalam pembuatan stek pucuk :
A. Peralatan
stek :
1. Gunting
stek untuk memotong batang stek , pisau atau
cutter untuk memperhalus permukaan stek, timbangan
analitik, cetok, sekop, ayakan pasir, gembor, sprayer.
2. Tempat / bak stek
yang memperhatikan drainase guna menghindarkan adanya genangan air
(bak perakaran dengan ukuran 500 x 600x 20 cm), plastik sungkup, ember plastik,
bak plastik.
3. Peneduh / sharlon dan
sungkup untuk menjaga suhu dan kelembaban udara rata-rata 80% dalam
bak serta mengurangi intensitas cahaya matahari secara langsung (±
25%.)
4. Label yang memadai
untuk memberikan informasi yang jelas dari perlakuan yang
digunakan dan tanggal pelaksanaan
5. Media yang sesuai
untuk stek, yaitu media yang mampu menahan kelembaban air, cukup
aerasi dan dapat menahan dengan baik kedudukan stek yang
ditanam (media stek yaitu pasir, kompos dan topsoil dengan perbandingan 2
: 2 : 1).
6. Fasilitas penunjang
diperlukan untuk memproduksi stek dalam jumlah besar dan jangka
panjang, antara lain adalah : pengaturan suhu, pengaturan
naungan, pengaturan ventilasi, pengaturan penyiraman dan pengaturan
kelembaban ruangan yang dijalankan secara
otomatis merupakan suatu hal yang menunjang keberhasilan
pembuatan stek .
B.
Medium stek
Umumnya media yang digunakan untuk
penyetekan adalah media yang mampu menahan kelembaban air, cukup
aerasi dan dapat menahan dengan baik kedudukan stek yang
ditanam. Media tersebut dapat menggunakan pasir dan
kompos dengan perbandingan 2 : 1 atau menggunakan
pasir, kompos dan topsoil dengan perbandingan 2:2:1. Penempatan
medium stek dapat menggunakan bak
stek atau langsung menggunakan polybag yang
selanjutnya ditempatkan pada bak stek permanen.
C.
Metode pengguntingan stek
Metoda pengguntingan stek yang
dilakukan ada dua cara yaitu menggunting pada kebun pangkas
berdasar pertumbuhan kebun pangkas dan cara untuk menggunting untuk
stek dari tunas di kebun pangkas.
Pengguntingan pada setiap sumbu pokok atau tunas
dilakukan pada sekitar 1 cm diatas mata /nodum (duduk daun) karena
zat auksin yang membantu pertumbuhan jaringan baru terletak di bawah nodum
tersebut. Pada prinsipnya setiap mata akan menghasilkan tunas
baru asalkan dijaga pertumbuhan dominansi apikalnya. Pada cabang
yang tertinggal di sumbu pokok dibiarkan tumbuh sampai
mempunyai 3-5 daun dewasa baru digunting ujung cabangnya.Daun
pada stek dikurangi hingga tinggal 2/3nya.
D.
Metode pemberian hormon
Pemberian hormon dalam bentuk larutan IBA ( Indole
Buteric Acid), NAA (Naftalene Acetic Acid ) dan IAA (Indole Acetic
Acid), biasanya menggunakan konsentrasi 10 sampai 30 ppm dan
direndam selama beberapa saat. Cara pembuatan
hormon dalam bentuk larutan ini pertama – tama adalah
melarutkan hormon dengan sedikit alkohol, kemudian ditambahkan air
sedikit demi sedikit dengan pipet sesuai dengan konsentrasi yang
diinginkan. Pemberian dengan cara bubuk dapat dilakukan
dengan cara mencampur hormon tersebut dengan bubuk
(talk) sesuai dengan konsentrasi yang diinginkan dan langsung dioleskan
pada stek secara langsung atau terlebih dahulu dibuat pasta.
E.
Cara penanaman stek jati
Pada dasarnya penanaman stek
memerlukan syarat-syarat tertentu antara lain :
a.
Kelembaban tinggi ( > 80 %), disemprot dengan sprayer 2x sehari
(pagi dan siang).
b. Suhu lingkungan
berkisar antara 24 – 32º Celcius.
c. Media tanah
mempunyai aerasi yang baik dan terjaga kelembabannya dengan baik.
d. Intensitas cahaya
matahari yang masuk 25%.
Beberapa cara penanaman stek yang
umum digunakan adalah :
a. Penanaman langsung pada bedengan ,
dengan membuat gundukan dibawah rimbunan tanaman yang sengaja
dibuat untuk peneduh dan akan lebih baik bila tanahnya disterilkan
terlebih dahulu.
b. Penanaman dengan menggunakan bak
tabur. Umumnya media yang digunakan adalah dibuat
sedemikian rupa sehingga mempunyai kemampuan untuk menahan air
dengan baik dan darinase yang baik. Bak tabur dapt dilengkapi
sungkup plastik dan jaring naungan untuk menjaga suhu dan
kelembaban serta intensitas cahaya.
c. Penanaman dengan menggunakan polybag
secara langsung yang mana kantong tersebut setelah ditanami
diletakkan dibawah sungkup plastik dengan diberi naungan. Penanaman
stek dengan polybag lebih praktis dan efisien, karena stek yang berakar tidak
perlu disepih lagi.
F. Pemeliharaan dan penyapihan stek
Pemeliharaan stek terdiri atas penyiraman secara rutin pagi dan
sore, penyiangan dari rumput/ lumut serta penyemprotan
dari hama dan penyakit. Penyapihan stek dilakukan
apabila stek yang ditanam sudah berakar dan siap diaklimatisasi pada
tempat diluar bedeng dengan intensitas cahaya yang bervariasi
3.
TEKNIK
BUDIDAYA TANAMAN JATI
A. Pengadaan benih dan perkecambahan.
(a)
Buah jati direndam dalam air dingin, lalu dijemur di bawah terik matahari,
diulang selama 1 - 2 minggu.
(b)
Biji jati direndam dalam air dingin – air panas bergantian selama 1 minggu.
(c) Daging
buah digosok dengan amplas, sehingga memudahkan air dan udara masuk kedalam biji.
(d) Biji
jati direndam dalam larutan asam sulfat pekat ( H2SO4 ) selama 15 menit,
kemudian dicuci dengan air dingin setelah itu baru dikecambahkan dengan media
pasir.
(e) Biji
jati dioven pada suhu 50ºC selama 48 jam.
(f) Biji
jati dimasukan dalam karung goni kemudian direndam pada air mengalir (sungai
kecil) selama 1 minggu kemudian ditiriskan selama 1 hari, selanjutnya ditabur
di bedeng tabur.
(g) Media
untuk pertumbuhan kecambah terdiri Media tabur menggunakan pasir steril yang
telah dijemur dibawah sinar matahari selama 1 hari, atau dapat juga disemprot
dengan fungisida (Benlate).
(h) Media
kecambah (pasir) ditempatkan pada bak tabur dan jangan sampai dipadatkan.
(i) Benih
ditanam dengan bekas tangkainya dibawah, ditekan kedalam media sedalam 2 cm
kemudian ditimbun.
(j) Penyiraman
dilakukan agar media menjadi basah, dan pada benih jati akan terjadi proses
pengecambahan.
(k) Pada
hari ke 23 sampai ke 27, umumnya 20% biji jati mulai berkecambah.
Perkecambahan hingga 70% dari keseluruhan biji yang ditanam tercapai antara
hari ke 44 hingga hari ke 47.
B. Pembibitan.
Polybag
yang kita siapkan berisi tanah, pupuk organic/kandang, dan rambut padi, dengan
perbandingan 1 : 3 : 2. dan semprotkan pupuk cair sebagai pembenah dan
pengelola unsur hara, yang terdiri dari: Pupuk hayati Bio P 2000 Z + Phosmit
+ air dengan perbandingan 1 : 1 : 180. Semprotkan secukupnya ( 1 liter
campuran untuk 50 liter media pembibitan)
Perawatan
di pembibitan terdiri dari penyiraman dan pemupukan ulang dilakukan pada bulan
ke 3. Setelah bibit berumur 3 bulan kondisinya sudah siap untuk ditanam di
lapangan.
Selain
dengan biji, maka pembbitan dapat dilakukan dengan stek pucuk. Media yang
digunakan untuk penamanan stek adalah pasir, kompos dan tanah top soil dengan
perbandingan 2:2:1). Pengguntingan dilakukan pada tunas – tunas yang tegak
(orthotrop) pengguntingan pada setiap sumbu pokok atau tunas dilakukan pada
sekitar 1 cm diatas mata/nodum (duduk daun) karena zat auksin yang membantu
pertumbuhan jaringan baru terletak di bawah nodum tersebut. Pada prinsipnya
setiap mata akan menghasilkan tunas baru asalkan dijaga pertumbuhan dominansi
apikalnya. Pada cabang yang tertinggal disumbu pokok dibiarkan tumbuh sampai
mempunyai 3 - 5 daun dewasa baru digunting ujung cabangnya. Daun pada stek
dikurangi hingga tinggal 2/3 nya.
C. Penyiapan lahan.
a) Penyiapan
lahan untuk tanaman hutan.
- Pada tanaman di lahan HTR yang
perlu diperhatikan adalah penentuan luas lahan dan jarak tanam serta lamanya
produk kayu yang akan dipanen. Karena model yang diharapkan adalah rotasi tanam
hutan yang berkelanjutan. Jika akan membutuhkan waktu panen antara 5 s/d 6
tahun maka jarak yang digunakan adalah jarak tanam dapat menggunakan 2,5
X 2.5 meter. Sehingga dalam 1 ha terdapat 1300 pohon. Jika umur panen 7
s/d 8 tahun maka sebaiknya menggunakan jarak tanah 2,5 X 3 meter.
- Untuk menata jarak tanam dan
arah yang tepat maka dapat dilakukan dengan memberi ajir terlebih dahulu,
kemudian digali lobang dengan ukuran 30 cm X 30 cm X 30 cm.
- Setelah 10 hari sejak penggalian lobang,
maka galian tersebut diberi pupuk kandang dan pupuk an organik
- Lahan diberikan pupuk hayati
Bio P 2000 Z + Phosmit + 200 liter air dalam 1 ha. Kegunaan pupuk
ini sebagai pembenah tanah, pengelola unsur hara yang ada di alam.
b) Penyiapan
lahan untuk tanaman sela.
-
Selain lahan untuk tanaman hutan,
disiapkan pula lahan untuk tanaman sela penanaman.
- Setelah
lahan sudah tersedia dan dalam keadaan siap tanam maka bibit yang sudah
disediakan ditanam pada lobang yang telah disiapkan.
- Gunting
separuh daun - daun yang ada pada bibit dan sisakan 2 daun (hal ini dilakukan
agar konsentrasi pertumbuhan pada saat tanam ada pada daun baru ).
- Masukkan
bibit dan taruh pupuk tambahan sejajar dengan tajuk daun. Timbun lubang dengan
tanah bagian bawah pada saat penggalian awal.
D. Pemeliharaan
1. Pendangiran
(membersihkan piringan seluas canopy tanaman) dan pembumbunan.
Tiga bulan setelah
tanam, piringan seluas canopy didangir, dibersihkan dari gulma/tumbuhan
pengganggu lainnya, serta dibumbun. Pendangiran adalah kegiatan penggemburan
tanah di sekitar tanaman untuk memperbaiki sifat fisik tanah (drainase tanah),
yang dapat memacu pertumbuhan tanaman jati. Pendangiran dilakukan pada umur
tanaman jati 3 bulan hingga 4 tahun dan dilakukan 1 - 2 kali dalam setahun
2. Penyulaman
tanaman yang mati atau kerdil.
Selama proses pemeliharaan berlangsung, penyulaman dilakukan untuk
mengganti tanaman yang mati atau tidak sehat karena terserang penyakit atau
tanaman yang jelek pertumbuhannya (patah, bengkok, dan gundul). Penyulaman
dilakukan selama masa awal pemeliharaan yaitu 1 - 2 tahun, frekwensi penyulaman
2 kali setahun
3. Penyiangan
atau pengendalian gulma
Rumput, alang-alang dan gulma harus dikendalikan karena menjadi pesaing
tanaman jati dalam memperoleh cahaya matahari, kelembaban dan unsur hara tanah.
Penyiangan gulma dilakukan, baik pada musim kemarau maupun musim hujan.
Frekwensi penyiangan minimum 3 - 4 bulan sekali dalam setahun saat tanaman jati
berumur 1 - 2 tahun. Selanjutnya penyiangan dilakukan setiap 6 - 12 bulan sekali
sampai tanaman dipanen.
4. Pemupukan
tanaman
Tiga bulan setelah ditanam, tanaman jati diberi pupuk NPK (15:15:15)
100gr. Cara pemupukan: tanah seluas canopy didangir dan digemburkan terlebih
dahulu (hati-hati jangan terlalu dalam agar tidak mengenai akar), lalu
dibuatkan siring melingkar (lebar siring 10 cm dan dalamnya 15 cm) dengan
diameter siring tepat diujung canopy atau tepat diujung akar-akar rambut yang
akan menyerap pupuk tersebut. Kemudian masukkan pupuk dan selanjutnya siring
ditutup kembali dengan tanah dan dilakukan penyiraman.
Pemupukan selanjutnya dilakukan dengan cara yang sama seperti tersebut di
atas, pada usia tanaman dan dengan dosis per pohon sebagai berikut:
· Usia tanaman 6 bulan dengan dosis 100gr NPK
· Usia tanaman 9 bulan dengan dosis 100gr NPK
· Usia tanaman 12 bulan dengan dosis 100gr NPK
· Usia tanaman 24 bulan dengan dosis 100gr NPK dan
50gr Urea
· Usia tanaman 48 bulan dengan dosis 100gr NPK dan
100gr Urea
5. Pemangkasan
cabang dan Perwiwilan
Pemangkasan cabang adalah kegiatan pembuangan cabang yang tidak
diinginkan untuk memperoleh batang bebas cabang sampai ketinggian 6 meter dari
tanah. Memangkas atau memotong cabang harus tepat dipangkal batang atau ruas
pertama dari tunas air. Untuk menghindari kontak dengan bibit penyakit, luka
bekas pemangkasan sebaiknya ditutupi dengan bahan penutup luka seperti ter atau
parafin.
6. Pemangkasan
tonggak penyangga
Jika ada tanaman yang tumbuhnya tidak tegak/agak condong atau
pertumbuhannya tidak tegar (agak kurus maka perlu diberi penyangga).
7. Pemberantasan
Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menggunakan alat Hand
Sprayer pada dosis/takaran, serta cara yang tepat (dosis/takaran dan caranya
dapat dibaca pada kemasan produk obat pestisida yang digunakan). Hama dan
penyakit, tanda serangan, akibat yang ditimbulkan serta pestisida
pemberantasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
a)
Hama ulat jati (Hyblaea puera & Pyrausta
machaeralis) yang menyerang pada awal musim penghujan, yaitu
sekitar bulan Nopember – Januari dengaan gejalan daun-daun yang terserang
berlubang karena dimakan ulat. Bila jumlah ulat tersebut tidak banyak cukup
diambil dan dimatikan. Bila tingkat serangan sudah tinggi, maka perlu dilakukan
pengendalian dengan cara penyemprotan menggunakan insektisida.
b)
Hama uret (Phyllophaga sp) yang
merupakan larva kumbang, biasanya menyerang pada bulan Februari – April
dengan memakan akar tanaman terutama yang masih muda, sehingga tanaman
tiba-tiba layu, berhenti tumbuh dan kemudian mati. Jika media dibongkar, akar
tanaman terputus/rusak dan dapat dijumpai hama uret. Kerusakan dan kerugian
paling besar akibat serangan hama uret terutama terjadi pada tanaman umur 1-2
bulan di lapangan, tanaman menjadi mati. Pencegahan dan pengendalian hama uret
dilakukan dengan penambahan insektisida granuler di lubang tanam pada saat
penanaman atau pada waktu pencampuran media di persemaian, khususnya pada
lokasi-lokasi endemik/rawan hama uret.
c)
Hama Tungau Merah (Akarina),
biasanya menyerang pada bulan Juni – Agustus dengan gejala daun berwarna kuning
pucat, pertumbuhan bibit terhambat. Hal ini terjadi diakibatkan oleh cairan
dari tanaman/terutama pada daun dihisap oleh tungau. Bila diamati secara teliti,
di bawah permukaan daun ada tungau berwarna merah cukup banyak (ukuran ± 0,5
mm) dan terdapat benang-benang halus seperti sarang laba-laba. Pengendalian
hama tungau dapat dilakukan dengan menggunakan akarisida.
d)
Hama kutu putih/kutu lilin yang
bisa menyerang setiap saat pada bagian pucuk (jaringan meristematis). Pucuk
daun yang terserang menjadi keriting sehingga tumbuh abnormal dan terdapat kutu
berwarna putih berukuran kecil. Langkah awal pengendalian berupa pemisahan
bibit yang sakit dengan yang sehat karena bisa menular. Bila batang sudah
mengkayu, batang dapat dipotong 0,5 – 1 cm di atas permukaan media; pucuk yang
sakit dibuang/dimusnahkan. Jika serangan sudah parah dan dalam skala yang luas
maka dapat dilakukan penyemprotan dengan menggunakan akarisida.
e)
Hama lalat putih atau
serangga kecil bertubuh lunak, mirip lalat, termasuk dalam ordo Homoptera. Hama
ini mencucuk dan mengisap cairan tanaman sehingga menjadi layu, kerdil bahkan
mati. Selain itu dapat menularkan virus dari tanaman sakit ke tanaman sehat.
Pengendalian hama ini dapat dilakukan secara 1) biologis menggunakan musuh
alami berupa predator dan parasitoid, 2) melakukan wiwilan daun dan penjarangan
bibit dalam bedengan, 3) penyemprotan larutan campuran insektisida-deterjen
sedini mungkin ketika mulai terlihat di persemaian, terutama diarahkan ke
permukaan daun bagian bawah, karena serangga ini mengisap cairan dan tinggal
pada bagian tersebut, 4) secara mekanis, menggunakan alat penjebak lalat putih
(colour trapping) dan 6) pemupukan NPK cair, untuk meningkatkan
pertumbuhan dan kesehatan bibit di persemaian.
f)
Penyakit layu–busuk semai sering
terjadi pada kondisi lingkungan yang lembab, seperti pada musim hujan. Penyakit
ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu 1) serangan penyakit yang dipicu oleh
kondisi lingkungan yang lembab dengan gejala banyaknya bibit yang membusuk.
Penanganan secara mekanis dapat dilakukan dengan penjarangan bibit, wiwil daun
dan pembukaan naungan untuk mengurangi kelembaban. 2) serangan penyakit yang
dipicu oleh hujan malam hari/dini hari pada awal musim hujan dengan gejala
berupa daun layu seperti terkena air panas. Penyakit ini umumnya muncul pada
saat pergantian musim dari musim kemarau ke musim penghujan, saat hujan pertama
turun yang terjadi pada malam hari atau dini hari pada awal musim hujan.
Seranga penyakit terutama pada bibit yang masih muda dan menyebar dengan cepat.
g)
Hama rayap biasa menyerang tanaman jati muda pada
musim hujan yang tidak teratur atau puncak musim kemarau. Prinsip
pengendaliannya dengan mencegah kontak rayap dengan batang/perakaran tanaman.
Usaha yang dapat dilakukan dengan mengoleskan kapur serangga di pangkal batang,
menaburkan abu kayu di pangkal batang pada waktu penanaman, pemberian
insektisida granuler (G) pada lubang tanam ketika penanaman khususnya pada
lokasi yang endemik/rawan rayap,
mengurangi kerusakan mekanis pada perakaran dalam sistem tumpang sari dan menghilangkan sarang-sarangnya.
mengurangi kerusakan mekanis pada perakaran dalam sistem tumpang sari dan menghilangkan sarang-sarangnya.
h)
Hama penggerek batang/oleng-oleng (Duomitus
ceramicus) adalah bentuk larva yang hidup dalam kulit pohon, menggerek
kulit batang sampai kambium dan memakan jaringan kayu muda, membuat liang gerek
yang panjang, terutama bila pohon jati kurang subur dan menyebabkan
terbentuknya kallus (gembol). Fase larva ini biasanya berlangsung antara
April – September. Pengendalian oleng-oleng dengan insektisida fumigan sehingga
dapat mengenai sasaran dengan cepat. Pemilihan jenis tanaman tumpang sari yang
pendeek, di daerah endemik perlu dilakukan agar ruang tumbuh di bawah tajuk
tidak terlalu lembab. Pengendalian secara mekanis dapat dilakukan dengan
penggunaan perangkap lampu (light trap) pada malam hari.
i)
Hama penggerek pucuk biasanya menyerang tanaman
jati muda. Ulat ini berwarna kemerahan dengan kepala berwarna hitam; dibelakang
kepala terdapat cincin kuning keemasan Gejala awal biasanya pada bagian pucuk
apikal tiba-tiba menjadi layu dan mengering sepanjang 30-50 cm, yang disebabkan
karena adanya lubang gerekan kecil (± 2mm) di bawah bagian yang layu/kering..
Pada bagian ujung batang utama yang mati akan keluar tunas-tunas
air/cabang-cabang baru. Pengendalian hama ini dapat dilakukan injeksi
insektisida sistemik ke batang dan mengurangi/menghilangkan tunas-tunas air
yang muncul agar pucuk yang stagnasi dapat aktif tumbuh lagi. Bila tidak segera
dihilangkan maka tunas air yang muncul akan menggantikan fungsi batang utama,
sehingga batang di bagian atas membengkok.
j)
Hama Kutu Putih
(Pseudococcu /mealybug) menyerang dengan menghisap cairan tanaman
terutama pada musim kemarau. Seluruh tubuhnya dilindungi oleh lilin/tawas dan
dikelilingi dengan karangan benang-benang tawas berwarna putih; pada bagian
belakang didapati benang-benang tawas yang lebih panjang. Hama ini sering
menyebabkan daun keriting, pucuk apikal tumbuh tidak normal (bengkok dan jarak
antar ruas daun pendek). Hama ini biasanya akan menghilang pada musim hujan
namun kerusakan yang terjadi dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Hama kutu
ini bersimbiosis dengan semut gramang (Plagiolepis longipes) dan semut hitam
(Dolichoderus bituberculatus) yang sering memindahkan kutu dari satu tanaman ke
tanaman lain. Pengendaliannya dengan penyemprotan insektisida nabati dan
pemotongan bagian-bagian yang cacat dan hendaknya dilakukan pada awal musim
penghujan.
k)
Hama kupu putih (peloncat flatid putih) umumnya
menyerang tanaman jati muda. Dari kenampakannya, hama kupu putih yang menyerang
jati ini sangat mirip dengan spesies flatid putih Anormenis chloris. Jenis
serangga flatid jarang dilaporkan menyebabkan kerusakan ekonomis pada tanaman
budidaya. Namun demikian, apabila populasinya tinggi dalam skala luas pada
musim kemarau yang panjang akan memperbesar tekanan terhadap tanaman muda
sehingga meningkatkan resiko mati pucuk. Pengendalian hama ini dilakukan dengan
aplikasi insektisida sistemik melalui batang (bor/bacok oles) dan penyemprotan
bagian bawah daun, ranting dan batang dengan insektisida racun lambung.
l)
Hama kumbang bubuk basah (Xyleborus
destruens) atau kumbang ambrosia menyerang pada batang jati di
daerah-daerah dengan kelembaban tinggi. Di daerah yang curah hujannya lebih
dari 2000 mm per tahun, serangan hama ini dapat ditemukan sepanjang tahun.
Gejala yang nampak berupa kulit batang berwarna coklat kehitaman akibat adanya
lendir yang bercampur kotoran X. destruens. Serangan hama ini tidak
mematikan pohon atau mengganggu pertumbuhan tetapi akibat saluran-saluran kecil
melingkar pada batang akan menurunkan kualitas kayu. Pencegahan dilakukan
dengan tidak menanam jati di daerah yang curah hujannya lebih dari 2000 mm per
tahun. Menebang pohon-pohon yang diserang pada waktu penjarangan. Mengurangi
kelembaban mikro tegakan, misalnya dengan mengurangi tumbuhan bawah dan
melakukan penjarangan dengan baik.
m)
Penyakit layu bakteri dapat menyerang bibit
maupun tanaman muda di lapangan (umur 1-5 tahun) yang dapat menyebabkan
kematian. Gejalanya daun (layu, menggulung, mengering dan rontok), batang (layu
dan mengering) serta bagian akar rusak. Pada kambium atau permukaan luar kayu
gubal nampak garis-garis hitam membujur sepanjang batang. Pengendaliannya dapat
dilakukan secara biologis, kimiawi dan cara silvikultur. Cara biologi dan
kimiawi baik untuk mengatasi serangan di persemaian, sedangkan untuk serangan
pada tanaman di lapangan, maka cara silvikultur lebih efektif dan aman. Cara
biologi dilakukan dengan menggunakan bakteri antagonis Pseudomonas
fluorescens dan cara kimiawi menggunakan bakterisida, yang disemprotkan ke
seluruh permukaan tanaman dan sekitar perakaran. Cara silvikultur dilakukan
dengan memperbaiki drainase lahan dan pengaturan jenis tumpang sari pada
tanaman pokok jati.
n)
Hama Inger-Inger (Neotermes tectonae) merupakan
suatu golongan rayap tingkat rendah. Gejala kerusakan berupa pembengkakan pada
batang, umumnya pada ketinggian antara 5-10 m, dengan jumlah pembengkakan dalam
satu batang terdapat 1-6 lokasi dan menurunkan kualitas kayu. Waktu mulai hama
menyerang sampai terlihat gejala memerlukan waktu 3-4 tahun, bahkan sampai 7
tahun. Serangan hama inger-inger umumnya pada lokasi tegakan yang memiliki
kelembaban iklim mikro tinggi, seperti akibat tegakan yang terlalu rapat. Pencegahan
dan Pengendalian dengan penjarangan yang sebaiknya dilakukan sebelum hujan
pertama atau kira-kira bulan oktober guna mencegah penyebaransulung (kelompok hama inger-inger yang
mengadakan perkawinan). Secara biologi hama ini mempunyai musuh alami seperti
burung pelatuk, kelelawar, tokek, lipan, kepik buas, cicak, dan katak pohon.
Karena itu keberadaan predator-predator tersebut harus dijaga di hutan jati.
E.
Panen
Jati
emas dapat tumbuh dengan cepat, tanaman dapat dipanen pada umur 8 tahun setelah
tanam dengan diameter antara 20 cm. Jika menginginkan kayu yang cukup besar
maka tanaman jati dapat dipelihara hingga 50 tahun. Dengan jarak tanah yang
dianjurkan tersebut maka panen jati dapat dilakukan antara 10 th hingga 12
tahun.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. http://aimarusciencemania.wordpress.com/2012/11/05/deskripsi-tumbuhan-jati/.
di akses tanggal 14 november 2013.
---------.
2013b. http://satriamadangkara.com/syarat-tumbuh-budidaya-pohon-jati/.
diakses tanggal 14 November 2013.
---------. 2013c. http://forestryinformation.wordpress.com/2011/07/16/hama-dan-penyakit-pada-tanaman-jatidan-cara-pengendaliannya/.
diakses tanggal 14 November 2013.
---------. 2013d. http://dimasadam21.blogspot.com/p/kultur-jaringan-tanaman-jati.html
. diakses tanggal 14 November 2013.
. diakses tanggal 14 November 2013.
---------. 2013e. http://jualbibitjati.blogspot.com/2012/02/pemeliharaan-tanaman-jati-kultur.html.
diakses tanggal 14 November 2013.
---------. 2013f. http://budi-daya-pohon.blogspot.com/2012/07/seputar-tanaman-jati.html.
diakses tanggal 14 November 2013.
---------. 2013g. http://www.scribd.com/doc/86537063/Perbanyakan-Bibit-Jati-Melalui-Kultur-Jaringan.
diakses tanggal 14 November 2013.
---------. 2013h. http://www.irwantoshut.net/jarak_tanam_jati.html.
diakses tanggal 14 November 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar